Tahapan perkembangan anak
1. Sensorimotor,
yang berkembang mulai dari lahir sampai 2 tahun.
2. Praoperasional, mulai dari 2
sampai tahun Periodisasi yang berdasar psikologis.
Tokoh utama yang mendasarkan
periodisasi ini kepada keadaan psikologis ialah Oswald Kroch. Beliau menjadikan
masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa perkembangan, karena
beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis
yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya. Fenomena
Psikologi dalam periodesasi perkembangan individu Perbedaan individual peserta
didik juga terlihat dari aspek psikologisnya, Ada anak yang mudah tersenyum, ada
anak yang gampang marah, ada yang berjiwa sosial, ada yang sangat egoistis, ada
yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang pemurung dan
sebagainya. Dalam proses pendidikan di sekolah, perbedaan aspek psikologis ini
sering menjadi persoalan, terutama aspek psikologis yang menyangkut masalah
minat, motivasi dan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran yang
disajikan guru. Dalam penyajian suatu materi pelajaran guru sering menghadapi
kenyataan betapa tidak semua peserta didik yang mampu menyerapnya secara baik.
Realitas ini mungkin disebabkan oleh cara penyampaian guru yang kurang tepat
atau menarik, dan mungkin pula disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik
yang kurang memperhatikan. Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta
didik terarah pada pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata
atau kondisi tubuh mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum dapat
dipastikan bahwa mereka memperhatikan semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan
mata anak hanya terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru, tetapi alam
pikirannya terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan perhatiannya.
Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara
tepat, sebab menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan peserta didik.
Meskipun demikian, bukan berarti seorang guru mengabaikan begitu saja, tanpa
berusaha untuk memahaminya. Guru dituntut untuk mampu memahami fenomena-fenomena
psikologis peserta didik yang rumit tersebut. Salah satu cara yang mungkin
dilakukan dalam menyelami aspek psikologis peserta didik ini adalah dengan
melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin
hubungan yang akrab dengan peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi
hatinya secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru dapat mengenal siapa
sebenarnva peserta didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya,
kebutuhankebutuhan apa yang ingin dicapainya, masalah-masalah apa yang tengah
dihadapinya, dan sebagainya. Dengan mendekati dan mengenal peserta didik secara
mendalam, guru pada gilirannya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk
memberikan bimbingan dan membangkitkan motivasi belajar mereka.
B. FENOMENA
PSIKOLOGI DALAM PERIODESASI PERKEMBANGAN INDIVIDU
1. Perilaku Agresif
Menurut
Baron dan Byrne (2005) perilaku agresif merupakan tingkah laku yang menyebabkan
penderitaan dan menyakiti orang lain. Sedangkan menurut Myers (2012) konsep
agresi adalah sebagai perilaku fisik atau verbal yang dimaksudkan untuk
menyebabkan kerusakan. Berdasarkan uraian tentang pengertian perilaku agresif di
atas, maka dapat disimpulkan perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan
individu kepada objek sasaran dengan tujuan untuk menyakiti atau merusak.
Rahmawati dan Asyanti (2017) menyimpulkan faktor yang mempengaruhi remaja
melakukan perilaku agresif antara lain cara berpikir remaja yang cenderung
impulsif (impulsif itu sendiri memiliki arti bersifat cepat bertindak secara
tiba-tiba menurut gerak hati. Sehingga apabila perilaku seseorang yang tiba-tiba
berubah, tiba-tiba di luar rencana, atau sebuah sikap yang tidak didukung alasan
yang kuat. Dan pada umumnya sikapnya tergolong irrasional. Maka disimpulkan
individu tersebut termasuk pribadi impulsif. Ciri pribadi impulsif adalah kalau
bicara atau berbuat seringkali tidak disertai alasan-alasan atau
penalaran-penalaran), tingkat pendidikan orang tua dan remaja yang tergolong
kurang, pengawasan orang tua yang kurang terhadap aktivitas yang dilakukan oleh
remaja, pemberian sanksi yang belum memberi efek jera bagi remaja, dan peran
orang dewasa yang memberi contoh untuk melakukan perilaku agresif. Sedangkan
alasan remaja melakukan perilaku agresif antara lain untuk menyelesaikan
permasalahan secara cepat, merasa tidak terima apabila ada orang lain yang
merendahkan harga dirinya, dan tanpa adanya alasan yang pasti. Bentuk perilaku
agresif yang dilakukan oleh remaja antara lain tawuran, memprovokasi,
mengintimidasi, memukul, menendang, dan membentak.
2. Kenakalan remaja
Remaja
memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk
golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Batasan
usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Rentang waktu usia remaja. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para
ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya
dibedakan atas tiga, yaitu: 1) 12-15 tahun, Masa remaja awal; 2) 15-18 tahun,
Masa remaja pertengahan; 3) 18-21 tahun, Masa remaja akhir. Kenakalan remaja
(Juvenile Delinquency) ialah kejahatan / kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak
muda, yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Unayah & Sabarisman).
Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) menurut Dryfoon(dalamUnayah &Sabarisman,
2016) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak
diterima secara sosial misal bersikap berlebihan di sekolah) sampai pelanggaran
status seperti melarikan diri hingga tindak kriminal misalnya pencurian. Untuk
alasan hukum dilakukan pembedaan antara pelanggaran indeks dan pelanggaran
status. Pelanggaran indeks (index offenses) adalah tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa, seperti perampokan, tindak
penyerangan, pemerkosaan, pembunuhan. Pelanggaran status (Status offenses)
adalah tindakan yang tidak seserius pelanggaran indeks, seperti melarikan diri,
membolos, minum minuman keras dibawah usia yang diperbolehkan, hubungan seks
bebas dan anak yang tidak dapat dikendalikan. Tindakan ini dilakukan remaja
dibawah usia tertentu yang membuat mereka dapat digolongkan sebagai pelaku
pelanggaran remaja. Adapun bentuk kenakalan remaja menurut Sunarwiyati (dalam
Masngudin, 2003), membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan, yaitu: 1)
Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi
dari rumah tanpa pamit, 2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan seperti mengendarai tanpa SIM, mengambil barang orang tua atau orang
lain tanpa ijin, 3) Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan
seks bebas, pencurian.
C. MENGATASI FENOMENA PSIKOLOGI
1. Perilaku Agresif
Upaya
yang dapat dilakukan dalam mengatasi perilaku agresif pada remaja (Rahmawati &
Asyanti, 2017) a. Penyuluhan terkait perilaku agresif. b. Warga yang ajtif
mengajak remaja untuk aktif kegiatan di masjid. c. Patroli oleh polisi dan ormas
islam d. Menasehati e. Memarami f. Mengurangi uang saku
2. Kenakalan Remaja
Mengatasi kenakalan remaja terutama pada lingkungan dalam keluarga, Berikut
beberapa hal yang dapat dilakukan seperti yang dilansir Helpguide.org, Rabu
(21/1/2015).
a. Menerapkan aturan dan konsekuensi Pada saat Anda dan anak remaja
Anda tenang, maka bicarakanlah tentang aturan di rumah beserta konsekuensinya.
Ingat, bicarakan dengan alasan yang masuk akal. Jika anak remaja Anda tidak
sepakat, maka berdiskusilah. Jadikan aturan dan konsekuensi yang dibuat sebagai
keputusan bersama.
b. Mengungkap ada apa di balik kenakalan remaja. Para
orangtua cenderung akan menghakimi anak remaja atas apa yang dilakukannya tanpa
mengetahui ada masalah apa di baliknya. Bersikap seperti itu tidaklah adil bagi
anak. Jadi, sebelum menghakimi anak yang berbuat nakal, tanya baik-baik apa yang
sebenarnya terjadi.
c. Temukan cara redakan marah Karena perubahan hormon,
remaja akan cenderung cepat marah. Karena itu, salah satu tugas orangtua adalah
mengetahui bagaimana cara untuk meredakan marah pada anak tersebut. Banyak hal
yang dapat dilakukan, misalnya membiasakan mereka dengan mendengarkan musik,
menulis atau bermain game.
d. Ada bersama anak Terkadang, orangtua sibuk
sendiri. Mereka hanya memberikan uang pada anaknya tapi tidak memberikannya
kasih sayang. Hal ini sangat memicu kenakalan remaja. Karena itu, luangkan waktu
Anda untuk anak, entah mendengarkan ceritanya atau memberikan solusi atas
masalah yang dialaminya. Kebiasaan ini harus dibangun sejak dini.
e. Temukan
kesamaan Para orangtua juga harus mampu temukan kesamaan dengan anak remaja
mereka. Dengan menemukan kesamaan, orangtua dan anak remaja dapat melakukan
kegiatan bersama sehingga dapat menghindari anak melakukan kegiatan negatif.
Misalnya, para ayah dapat mengajak anak lelakinya untuk melihat pertandingan
sepak bola, sedangkan ibu dan anak perempuannya dapat pergi belanja ke pusat
perbelanjaan.
f. Mendengarkan tanpa memvonis Ketika Anda sedang berbicara dengan
anak, hindarilah ucapan-ucapan yang sifatnya menghakimi, mengejek, menyela dan
mengkritik. Sebab, seorang remaja sangat mudah tersinggung, bahkan oleh hal-hal
yang sifatnya remeh. Dengan melakukan ini, maka anak remaja Anda akan merasa
lebih dihargai.
Daftar Pustaka
Baron, R., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial
Edisi 10. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Myers, D. (2012). Psikologi Sosial Jilid
2. Jakarta: Salemba Humanika.
Rahmawati, Adelina & Setia, Asyanti. 2017.
FENOMENA PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA DAN PENANGANAN SECARA PSIKOLOGIS.
Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era Revolusi Informasi Unayah,
Nunung &
Sabarisman, Muslim. 2016. FENOMENA KENAKALAN REMAJA DAN KRIMINALITAS. Open
Jurnal System Kementrian Sosial RI.
Masngudin., H., M., S. (2003), Kenakalan
Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial
Keluarga: Studi Kasus di Pondok inang Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta,
Jakarta: Departemen Sosial RI.