Profil

My photo
Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Nama saya Afri Mardicko, dosen di Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Saya putra asli Minang dan Jawa. Suku Minang saya adalah Caniago solok.

Monday, November 21, 2022

HAKIKAT PEMBELAJARAN

1. Makna Pembelajaran

Pada bab 1 kita sudah membahas tentang makna belajar. Supaya belajar dapat terlaksana dengan baik dan maksimal maka dibuat sebuah proses yang dinamakan pembelajaran. Jika berbicara tentang pembelajaran maka kita akan membayangkan tentang proses di dalam kelas, yang didalamnya ada guru yang mengajar dan ada siswa yang belajar. Lalu apakah pembelajaran hanya sebatas itu? Sebelum kita membahas makna pembelajaran lebih dalam, silahkan baca cerita di bawah ini!

 

 

Bu Ani adalah seorang guru SD. Beliau ketika mengajar di dalam kelas jarang sekali membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum mengajar. Akibatnya pembelajarannya tidak jelas karena hanya berpedoman kepada buku cetak.

Setelah mendapat arahan dari kepala sekolah tentang pentingnya RPP, Bu Ani kini rajin membuat RPP sebelum mengajar. Sekarang beliau bisa melaksanakan pembelajaran dengan baik dan terstruktur. Pembelajaran Bu Ani juga tidak terbatas hanya di dalam kelas.

 

 

Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh faktor eksternal/luar agar terjadi proses belajar pada diri individu yang belajar (Karwono dan Mularsih, 2012). Faktor eksternal dimaksud disini adalah guru. Adapun upaya yang dilakukan guru agar masing-masing individu siswanya belajar dan upaya guru disebut dengan mengajar.

 

Mengajar dan belajar disini merupakan dua proses yang berbeda bukan satu kesatuan. Siswa bisa/dapat belajar bukan hanya karena ada guru mengajar saja, tapi belajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan pun terlepas ada tidaknya guru yang mengajar. Pembelajaran tidak hanya dalam kontek guru-siswa di kelas formal tetapi juga meliputi kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik (Parwati, dkk: 2019). Salah satu bentuk pembelajarannya yaitu pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran online ketika Dunia dilanda Pandemi Covid-19 beberapa waktu silam. Meskipun kala pandemi, proses pembelajaran tetap berlangsung tanpa ada guru didekat siswa.

 

Di dalam pembelajaran juga ditekan pada kegiatan belajar siswa melalui usaha-usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar (Parwati dkk, 2019). Sumber belajar bisa berupa metode, model, strategi pembelajaran yang akan digunakan guru, bahan ajar yang akan diberikan, lokasi pembelajaran, alat yang akan digunakan, narasumber jika dibutuhkan. Ini artinya makna dari istilah "pembelajaran" lebih luas dibandingkan "mengajar". 

 

Pembelajaran dibentuk supaya proses belajar siswa lebih terarah, jelas, efektif dan efesien (Karwono dan Mularsih, 2012). Senada dengan Karwono dan Mularsih, Siregar dan Nara (2014) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan dengan sengaja, terarah, dan terencana dengan tujuan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali agar terjadi proses belajar terjadi  di dalam diri siswa. Artinya sebelum proses pembelajaran dilaksanakan, guru terlebih dahulu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Ini dimaksudkan agar proses pembelajaran bisa terlaksana dengan baik dan terarah.

 

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses terstruktur yang sengaja dibuat dan dirancang guru yang tertuang di dalam RPP agar proses dan aktivitas belajar bisa berjalan efektif dan efesien.    

 

2. Unsur-unsur pembelajaran

Pembelajaran sebagai sebuah interaksi, tentunya mempunyai unsur-unsur di dalamnya. Unsur-unsur bisa juga disebut dengan komponen.  Parwati dkk (2019) mengungkapkan beberapa unsur-unsur dalam pembelajaran seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, penyajian oleh guru, konten atau materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan produk-produk pembelajaran.

 

Guru ketika merencanakan sebuah strategi pembelajaran harus memperhatikan keenam unsur di atas. Ini bertujuan agar terjadi keserasian dengan otak siswa. Strategi pembelajaran yang baik sekalipun tidak akan memberikan dampak yang optimal jika diterapkan  dalam lingkungan yang berlawanan dengan prinsip kerja otak siswa (Parwati dkk, 2019).

 

Selain keenam unsur di atas, Parwati dkk (2019) mengungkapkan ada juga unsur-unsur pembelajaran yang bersifat dinamis. Unsur-unsur pembelajaran yang bersifat dinamis merujuk kepada dinamika siswa belajar siswa dalam belajar yang dapat dilihat dari  ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

 

Selain ranah kognitif, afektif dan psikomotor, yang menjadi unsur pembelajaran ada juga unsur-unsur pembelajaran yang merujuk kepada dinamika guru dalam kegiatan belajar mengajar. Unsur-unsur dinamika ini ditentukan oleh guru dan tentunya akan berpengaruh kepada proses belajar. Adapun komponen ataupun unsur-unsur pembelajaran yang perlu dipersiapkan guru seperti bahan ajar, suasana belajar, media dan sumber belajar dan guru sebagai subjek belajar (Parwati dkk, 2019).

Senada dengan Parwati dkk, Hamalik (2013) juga mengungkapkan bahwa Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun melalui unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dari pengertian ini kita dapat memahami bahwa di dalam proses pembelajaran ada unsur-unsur pembangun sebuah pembelajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain yang bersifat dinamis dan tentunya harus relevan agar terwujud tujuan pembelajaran yang diinginkan dan tercipta pembelajaran yang berkualitas.

 

Rusman (2013) mengemukan dengan sederhana beberapa komponen di dalam pembelajaran seperti:

a. Tujuan

Tujuan pembelajaran terdiri dari tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Tujuan umum meliputi Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Sedangkan tujuan pembelajaran khusus berupa indikator pembelajaran. Baik KI, KD dan indikator pembelajaran semua tertuang di dalam RPP.

 

b. Sumber belajar

Benda ataupun dalam bentuk lain, selama bisa digunakan untuk membuat dan mempermudah terjadinya proses belajar maka bisa dikatakan sumber belajar. Adapun bentuknya seperti buku, lingkungan, surat kabar, digital konten dan sumber informasi lainnya.

 

c. Strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan guru untuk menyampaikan infomasi atau materi pelajaran yang pada hakikatnya merupakan penerapan prinsip-prinsip psikologi dan prinsip-prinsip pendidikan bagi perkembangan anak.

 

d. Media pembelajaran

Media pembelajaran berupa software dan hardware untuk membantu proses interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan  belajar sebagai alat bantu guru untuk menunjang penggunaan metode pembelajaran yang digunakan guru.

 

e. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi merupakan alat indikator untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan. Evaluasi bukan hanya menilai secara spontan dan insidensial tapi menilai secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.

 

Jadi dapat disimpulkan beberapa unsur/komponen di dalam pembelajaran yaitu

1.      Lingkungan fisik dan sosial dalam bentuk Fasilitas

2.      Penyajian oleh guru yang tersusun dari

a. Konten atau materi pembelajaran.

b. Proses pembelajaran.

c. Suasana belajar.

d. Prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

e. Strategi pembelajaran.

f. Tujuan pembelajaran umum dan khusus.

g. Perlengkapan dan material/produk-produk pembelajaran seperti Bahan ajar, Media dan sumber belajar.

h. Manusiawi yaitu Guru sebagai subjek belajar.

i. Evaluasi pembelajaran.

 

3. Ciri-ciri pembelajaran

Setiap kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri . Siregar dan Nara (2014) mengungkapkan beberapa ciri-ciri pembelajaran yaitu:

1.   Merupakan upaya sadar dan disengaja

2.   Pembelajaran harus membuat siswa belajar.

3.   Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.

4.   Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya.

 Seringkali orang membedakan antara kata "pembelajaran" dengan "pengajaran"  tetapi tidak jarang pula orang memberikan pengertian yang sama antara keduanya. Parwati dkk (2019) membedakan beberapa istilah  berdasarkan ciri-cirinya yang dapat dilihat pada tabel di bawah.

 

Tabel 2.1 Perbedaan antara pengajaran dan Pembelajaran

No.

Pengajaran

Pembelajaran

1.

Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar

Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat orang belajar

2.

Tujuannya menyampaikan informasi kepada pembelajar

Tujuannya agar terjadi belajar pada diri siswa atau pembelajar

3.

Merupakan salah satu penerapan strategi pembelajaran

Merupakan cara untuk mengembangkan rencana yang terorganisasi untuk keperluan belajar

4.

Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru atau pengajar

Kegiatan belajar dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru

Berdasarkan perbedaan ciri-ciri antara pengajaran dan pembelajaran dapat kita pahami bahwa pembelajaran lebih luas maknanya dibandingkan pengajaran. Di dalam pembelajaran ada proses pengajaran yang dilakukan guru dan ada siswa yang belajar.

 

A.    DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2013 Kurikulum dan Pembelajran, Jakarta: Bumi aksara.

 

Karwono dan Heni Mularsih. 2012. Belajar dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber Belajar. Jakarta: RajaGrafndo Persada.

 

Hidayati, Arini Ulfah. 2017. Melatih Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar Volume 4 Nomor 2

 

Siregar, Evelune dan Nara, Hartini. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

 

Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta.

 

Parwati, Ni Nyoman, Suryawan, Putu Pesek dan Apsari, Ratih Ayu. 2019. Belajar dan Pembelajaran. Depok: RajaGrafindo Persada.


Putra, Edi Susrianto Indra. 2020. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS DI SEKOLAH DASAR (Studi Kasus di Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau). Jurnal Edukasi ISSN: 2087-0310 E-ISSN:2721-7728

Sunday, November 20, 2022

HAKIKAT DAN CIRI-CIRI BELAJAR

 1. Hakikat Belajar

Belajar bukan hal ataupun kosa kata baru yang mungkin baru kita dengar. Belajar selalu dikaitkan dengan mengetahui. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak mampu menjadi mampu. Tapi apakah belajar hanya sebatas itu saja? Sebelum kita membahas lebih dalam tentang makna belajar bacalah cerita di bawah ini!


Wulan sekarang sudah masuk SD, namun dia belum mengenal huruf alfabet. Setelah 1 bulan bersekolah sekarang Wulan sudah bisa menyebutkan vocal huruf alfabet dengan benar dan lancar. Selain itu Wulan juga sudah bisa menulis huruf alfabet dari huruf a sampai z dengan benar. Maka kita dapat katakan bahwa Wulan sudah belajar.

Di dalam aktivitas sehari-hari, belajar dianggap kegiatan terpisah. Ada waktu dan tempat khusus untuk melakukan aktivitas belajar yaitu di sekolah, maupun tempat tertentu yang diperuntukan untuk kegiatan belajar. Sumber belajar pun identik dengan buku dan yang mengajar pun identik dengan guru. Padahal menurut  Aunurohman (2010) hampir semua aktivitas manusia tidak terlepas dari yang namanya belajar. Terlepas dari kegiatan yang dilakukan sendiri maupun berkelompok. Tidak ada waktu dan ruang yang mampu melepaskan manusia dari aktivitas belajar. Ini berarti belajar tidak dibatasi oleh waktu, ruang dan usia.

Kata belajar sering digunakan baik dalam bentuk kegiatan yang dilakukan maupun peristiwa yang sudah terjadi yang dialami sendiri oleh individu maupun orang lain sehingga memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Tapi apakah semua pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari guru bermanfaat untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari siswa? Tentu jawabannya tidak padahal Nurdin dan Adriantoni (2019) mengungkapkan  pengetahuan dan keterampilan ini yang nantinya akan digunakan untuk memecahkan masalah dalam hidupnya.

Kita ambil salah satu kasus, hampir semua guru SD ketika mengajar IPS lebih berfokus ke kognitif (pengetahuan) dalam aktivitas belajar siswa, sedangkan  pada  segi  afektif  dan psikomotor sangat  sedikit  sekali (Putra, 2020). Harusnya "belajar merupakan suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konstan" (Siregar dan Nara, 2014). Dikatakan aktivitas mental (psikis) dikarenakan adanya perubahan perilaku/tingkah di dalam kepribadian individu. Perubahan itu sendiri menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor), bukan salah satu saja. 

Belajar selain aktivitas mental juga merupakan aktivitas fisiologis. Aktivitas mental seperti berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, menganalisis dan lain sebagainya. Sedangkan aktivitas fisiologis merupakan aktivitas lebih kepada penerapan dan praktiknya, misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, membuat produk/karya, latihan dan lain sebagainya (Rusman 2013). Senada dengan Rusman, Karwono dan Mularsih (2012) mengungkapkan bahwa dalam psikologi persoalan yang diamati dan diukur adalah perilaku. Perubahan diakui sebagai hasil belajar namun tidak seluruhnya merupakan hasil dari belajar. Supaya lebih memahami silahkan baca cerita dibawah ini!

Pak budi mempunyai dua orang anak. Anak pertama bernama Rio berumur 7 tahun. Rio setiap hari minggu selalu pergi ke kolam renang untuk belajar berenang bersama pelatihnya. Sekarang Rio sudah jago berenang. Perubahan yang dialami Rio disebut dengan belajar .

Anak kedua masih bayi bernama Ragil berumur 1 tahun. Saat ini Ragil masih merangkak dan sekali-kali berdiri untuk berjalan. Setelah 1 bulan berlalu sekarang Ragil sudah bisa berjalan tanpa harus berpegangan. Perubahan ini bukan karena proses belajar tapi karena proses kematangan dan pertumbuhan fisik.

Seseorang dikatakan telah belajar jika sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan ini merupakan akibat dari interaksi dengan lingkungannya bukan karena perubahan dan perkembangan fisik, penyakit, ataupun pengaruh minuman dan obat-obatan. Perubahan harus bersifat permanen, tahan lama, dan menetap bukan berlangsung sesaat (Siregar dan Nara, 2014).

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku dalam bentuk aktivitas fisik maupun mental yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya yang hasilnya bersifat menetap/ permanen.

2. CIRI-CIRI BELAJAR

Setelah seorang melakukan proses belajar, maka kita dapat melihat ciri-ciri bahwasanya dia sudah melakukan aktivitas belajar atau belum. Ciri-ciri belajar adalah perubahan. Jika belum ada perubahan terjadi kepada individu maka belum bisa dikatakan belajar. Perubahan itu sendiri bisa bersifat positif maupun negatif tergantung dari tujuan belajarnya (Karwono dan Mularsih, 2012).

Adapun ciri-cirinya menurut Siregar dan Nara (2014) yaitu Pertama adanya kemampuan atau perubahan baru. Perubahan tingkah laku itu bersifat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Kedua perubahan tidak berlangsung sesaat. Ketiga perubahan tidak terjadi dengan tiba-tiba melainkan ada usaha dan interaksi dengan lingkungannya. Keempat perubahan bukan semata-mata disebabkan oleh perubahan fisik atau kedewasaan, kelelahan, penyakit ataupun pengaruh minuman beralkohol dan obat-obatan.

Senada dengan Siregar dan Nara, Karwono dan Mularsih (2012) mengungkapkan beberapa ciri-ciri belajar yaitu

a. Belajar adalah proses untuk berubah, dan hasil belajar adalah bentuk perubahannya. Jika belum ada perubahan maka belum dikatakan belajar.

b. Perubahan perilaku relatif permanen. Bukan tiba-tiba muncul seperti sulap. Namun jika perubahan ini tidak diulang-ulang maka akan lupa bahkan hilang.

c. Perubahan perilaku tidak selalu terjadi secara langsung setelah proses belajar selesai. Ada jeda waktu yang dibutuhkan hingga perilaku ini bisa muncul sehingga dibutuhkan pengulangan proses belajar.

d. Perubahan berasal dari latihan dan pengalaman. Perubahan ini bukan berasal dari kematangan dan insting.

e. Pengalaman atau latihan yang sudah diperoleh harus diperkuat. Hasil dari belajar itu bisa hilang, lupa, tidak dikuasai maka harus dilatih secara berulang-ulang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar yaitu

a. Adanya perubahan baru dalam hal kognitif, afektif dan psikomotor.

b. Perubahan tidak bersifat sesaat atau relatif permanen. Maka perubahan yang sudah terjadi harus selalu diulang- ulang.

c. Perubahan tidak terjadi secara tiba-tiba namun berasal dari latihan dan pengalaman. Bukan berasal dari perubahan fisik (kematangan), insting ataupun adanya pengaruh yang mengakibatkan perubahan perilaku.

d. Ada waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh perubahan. Maka dibutuhkan juga pengulangan.

Tuesday, May 17, 2022

Landasan Psikologi dalam Pendidikan

A. PERIODISASI PERKEMBANGAN INDIVIDU 

Tahapan perkembangan anak 
1. Sensorimotor, yang berkembang mulai dari lahir sampai 2 tahun. 
2. Praoperasional, mulai dari 2 sampai tahun Periodisasi yang berdasar psikologis. 

Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis ialah Oswald Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya. Fenomena Psikologi dalam periodesasi perkembangan individu Perbedaan individual peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya, Ada anak yang mudah tersenyum, ada anak yang gampang marah, ada yang berjiwa sosial, ada yang sangat egoistis, ada yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang pemurung dan sebagainya. Dalam proses pendidikan di sekolah, perbedaan aspek psikologis ini sering menjadi persoalan, terutama aspek psikologis yang menyangkut masalah minat, motivasi dan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru. Dalam penyajian suatu materi pelajaran guru sering menghadapi kenyataan betapa tidak semua peserta didik yang mampu menyerapnya secara baik. Realitas ini mungkin disebabkan oleh cara penyampaian guru yang kurang tepat atau menarik, dan mungkin pula disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik yang kurang memperhatikan. Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta didik terarah pada pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata atau kondisi tubuh mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum dapat dipastikan bahwa mereka memperhatikan semua penjelasan guru. Bisa saja pandangan mata anak hanya terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru, tetapi alam pikirannya terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan perhatiannya. Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara tepat, sebab menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan peserta didik. Meskipun demikian, bukan berarti seorang guru mengabaikan begitu saja, tanpa berusaha untuk memahaminya. Guru dituntut untuk mampu memahami fenomena-fenomena psikologis peserta didik yang rumit tersebut. Salah satu cara yang mungkin dilakukan dalam menyelami aspek psikologis peserta didik ini adalah dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Guru harus menjalin hubungan yang akrab dengan peserta didik, sehingga mereka mau mengungkapkan isi hatinya secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru dapat mengenal siapa sebenarnva peserta didik sebagai individu, apa keinginan-keinginannya, kebutuhankebutuhan apa yang ingin dicapainya, masalah-masalah apa yang tengah dihadapinya, dan sebagainya. Dengan mendekati dan mengenal peserta didik secara mendalam, guru pada gilirannya dapat mencari cara-cara yang tepat untuk memberikan bimbingan dan membangkitkan motivasi belajar mereka. 

B. FENOMENA PSIKOLOGI DALAM PERIODESASI PERKEMBANGAN INDIVIDU 
1. Perilaku Agresif 
Menurut Baron dan Byrne (2005) perilaku agresif merupakan tingkah laku yang menyebabkan penderitaan dan menyakiti orang lain. Sedangkan menurut Myers (2012) konsep agresi adalah sebagai perilaku fisik atau verbal yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan. Berdasarkan uraian tentang pengertian perilaku agresif di atas, maka dapat disimpulkan perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan individu kepada objek sasaran dengan tujuan untuk menyakiti atau merusak. Rahmawati dan Asyanti (2017) menyimpulkan faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku agresif antara lain cara berpikir remaja yang cenderung impulsif (impulsif itu sendiri memiliki arti bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati. Sehingga apabila perilaku seseorang yang tiba-tiba berubah, tiba-tiba di luar rencana, atau sebuah sikap yang tidak didukung alasan yang kuat. Dan pada umumnya sikapnya tergolong irrasional. Maka disimpulkan individu tersebut termasuk pribadi impulsif. Ciri pribadi impulsif adalah kalau bicara atau berbuat seringkali tidak disertai alasan-alasan atau penalaran-penalaran), tingkat pendidikan orang tua dan remaja yang tergolong kurang, pengawasan orang tua yang kurang terhadap aktivitas yang dilakukan oleh remaja, pemberian sanksi yang belum memberi efek jera bagi remaja, dan peran orang dewasa yang memberi contoh untuk melakukan perilaku agresif. Sedangkan alasan remaja melakukan perilaku agresif antara lain untuk menyelesaikan permasalahan secara cepat, merasa tidak terima apabila ada orang lain yang merendahkan harga dirinya, dan tanpa adanya alasan yang pasti. Bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja antara lain tawuran, memprovokasi, mengintimidasi, memukul, menendang, dan membentak. 

2. Kenakalan remaja 
Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 1) 12-15 tahun, Masa remaja awal; 2) 15-18 tahun, Masa remaja pertengahan; 3) 18-21 tahun, Masa remaja akhir. Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) ialah kejahatan / kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak muda, yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Unayah & Sabarisman). Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) menurut Dryfoon(dalamUnayah &Sabarisman, 2016) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak diterima secara sosial misal bersikap berlebihan di sekolah) sampai pelanggaran status seperti melarikan diri hingga tindak kriminal misalnya pencurian. Untuk alasan hukum dilakukan pembedaan antara pelanggaran indeks dan pelanggaran status. Pelanggaran indeks (index offenses) adalah tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa, seperti perampokan, tindak penyerangan, pemerkosaan, pembunuhan. Pelanggaran status (Status offenses) adalah tindakan yang tidak seserius pelanggaran indeks, seperti melarikan diri, membolos, minum minuman keras dibawah usia yang diperbolehkan, hubungan seks bebas dan anak yang tidak dapat dikendalikan. Tindakan ini dilakukan remaja dibawah usia tertentu yang membuat mereka dapat digolongkan sebagai pelaku pelanggaran remaja. Adapun bentuk kenakalan remaja menurut Sunarwiyati (dalam Masngudin, 2003), membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan, yaitu: 1) Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, 2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai tanpa SIM, mengambil barang orang tua atau orang lain tanpa ijin, 3) Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks bebas, pencurian. 

C. MENGATASI FENOMENA PSIKOLOGI 
1. Perilaku Agresif 
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi perilaku agresif pada remaja (Rahmawati & Asyanti, 2017) a. Penyuluhan terkait perilaku agresif. b. Warga yang ajtif mengajak remaja untuk aktif kegiatan di masjid. c. Patroli oleh polisi dan ormas islam d. Menasehati e. Memarami f. Mengurangi uang saku 

2. Kenakalan Remaja 
Mengatasi kenakalan remaja terutama pada lingkungan dalam keluarga, Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan seperti yang dilansir Helpguide.org, Rabu (21/1/2015). 
a. Menerapkan aturan dan konsekuensi Pada saat Anda dan anak remaja Anda tenang, maka bicarakanlah tentang aturan di rumah beserta konsekuensinya. Ingat, bicarakan dengan alasan yang masuk akal. Jika anak remaja Anda tidak sepakat, maka berdiskusilah. Jadikan aturan dan konsekuensi yang dibuat sebagai keputusan bersama. 
b. Mengungkap ada apa di balik kenakalan remaja. Para orangtua cenderung akan menghakimi anak remaja atas apa yang dilakukannya tanpa mengetahui ada masalah apa di baliknya. Bersikap seperti itu tidaklah adil bagi anak. Jadi, sebelum menghakimi anak yang berbuat nakal, tanya baik-baik apa yang sebenarnya terjadi. 
c. Temukan cara redakan marah Karena perubahan hormon, remaja akan cenderung cepat marah. Karena itu, salah satu tugas orangtua adalah mengetahui bagaimana cara untuk meredakan marah pada anak tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya membiasakan mereka dengan mendengarkan musik, menulis atau bermain game. 
d. Ada bersama anak Terkadang, orangtua sibuk sendiri. Mereka hanya memberikan uang pada anaknya tapi tidak memberikannya kasih sayang. Hal ini sangat memicu kenakalan remaja. Karena itu, luangkan waktu Anda untuk anak, entah mendengarkan ceritanya atau memberikan solusi atas masalah yang dialaminya. Kebiasaan ini harus dibangun sejak dini. 
e. Temukan kesamaan Para orangtua juga harus mampu temukan kesamaan dengan anak remaja mereka. Dengan menemukan kesamaan, orangtua dan anak remaja dapat melakukan kegiatan bersama sehingga dapat menghindari anak melakukan kegiatan negatif. Misalnya, para ayah dapat mengajak anak lelakinya untuk melihat pertandingan sepak bola, sedangkan ibu dan anak perempuannya dapat pergi belanja ke pusat perbelanjaan. 
f. Mendengarkan tanpa memvonis Ketika Anda sedang berbicara dengan anak, hindarilah ucapan-ucapan yang sifatnya menghakimi, mengejek, menyela dan mengkritik. Sebab, seorang remaja sangat mudah tersinggung, bahkan oleh hal-hal yang sifatnya remeh. Dengan melakukan ini, maka anak remaja Anda akan merasa lebih dihargai. 

Daftar Pustaka 
Baron, R., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Edisi 10. Jakarta: Penerbit Erlangga. 
Myers, D. (2012). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika. 
Rahmawati, Adelina & Setia, Asyanti. 2017. FENOMENA PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA DAN PENANGANAN SECARA PSIKOLOGIS. Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era Revolusi Informasi Unayah, 
Nunung & Sabarisman, Muslim. 2016. FENOMENA KENAKALAN REMAJA DAN KRIMINALITAS. Open Jurnal System Kementrian Sosial RI. 
Masngudin., H., M., S. (2003), Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang Hubungannya Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga: Studi Kasus di Pondok inang Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta, Jakarta: Departemen Sosial RI.

Monday, May 10, 2021

SUPERVISI PENDIDIKAN DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH


A.    Kompetensi  Kepala Sekolah

Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan bagian integral dari organisasi formal yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemimpin yang memiliki posisi sebagai  kepala sekolah. Seorang kepala sekolah menempati posisi kunci dalam sistem persekolahan. Oleh karena itu kepada sekolah harus memiliki kompetensi untuk menunjang tugasnya. Kompetensi secara umum, dalam konteks manajemen, sering disebut tentang keterampilan (kemampuan, kompetensi umum) dalam mengelola dan memimpin yang juga dapat menjadi dasar dalam melihat kemampuan kepala sekolah, dengan mengacu pada pendapat Katz (dalam Suharsaputra, 2018) bisa dikategorikan ke dalam tiga jenis keterampilan yaitu: 

1.   Conceptual Skill (Keterampilan Konseptual/Keilmuan)

Conceptual Skill, Keterampilan Konseptual/Keilmuan (dominan kognitif) merupakan kompetensi/kemampuan kepala sekolah dalam memahami, memperoleh, menganalisis dan menginterprestasikan informasi yang diterima dari berbagai sumber dan membuat keputusan kompleks untuk mencapai tujuan sekolah.

2.   Human Skill (Keterampilan Kemanusiaan)

Human  Skill,  Kemampuan/Keterampilan  Kemanusiaan  merupakan keterampilan terkait dengan interaksi manusia dalam organisasi (dominan afektif).  Keterampilan  kemanusiaan  terkait  dengan  kemampuan melakukan pemotivasian, memfasilitasi, mengkoordinasikan, memimpin, berkomunikasi, mengelola konflik, dan tentu saja melakukan kerja sama dengan seluruh anggota organisasi sekolah.

3.   Technical Skill (Keterampilan teknis).

Technical Skill, Keterampilan teknis berkaitan dengan kemampuan kepala sekolah dalam menggunakan ilmu pengetahuan (keterampilan konseptual) dalam mengelola dan memimpin organisasi sekolah mencapai tujuannya.

Kepala sekolah merupakan posisi/jabatan tertentu yang ada dalam organisasi sekolah sehingga keterpenuhan kompetensi yang dipersyaratkan menjadi keharusan untuk dapat mendudukinya. Dalam konteks kinerja kompetensi sebenarnya merupakan salah satu pembentuk dari kinerja, namun kompetensi dapat menjadi alat dalam memprediksi keberhasilan seseorang dalam menjalankan peran dan tugasnya.

B.     Supervisi Kinerja Kepala Sekolah

Menjadi kepala sekolah adalah menjadi orang yang memiliki kompetensi, kemampuan untuk diwujudkan dalam aktivitas penyelenggaraan organisasi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan/ pembelajaran. Dalam konteks tersebut supervisi pendidikan dituntut untuk memberi layanan, bantuan bagi berkembangnya organisasi sekolah dengan mendorong, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan kepala sekolah dalam kinerjanya sebagai pemimpin dan juga sebagai manajer sekolah.

Dengan pemahaman sebagaimana dikemukakan di atas maka supervisi kinerja kepala sekolah dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu:

1.   Supervisi Manajemen Pendidikan (Manajerial)

Kemampuan supervisi manajerial (Manajerial Pendidikan) adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek  pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumber daya lainnya (Robbins dalam Suharsaputra, 2018).

Supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan  sekolah  yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan,  penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumberdaya  lainnya (Direktorat tenaga Kependidikan, 2009).

Pelaksanakan fungsi supervisi manajerial berperan sebagai; (a) kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (b) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis  potensi sekolah, (c) pusat informasi pengembangan mutu  sekolah, dan (d) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan (Mudzakir, 2016).

 

2.   Supervisi Kepemimpinan Pendidikan

Kinerja kepala sekolah dalam bidang kepemimpinan merupakan kinerja terkait dengan mempengaruhi, menggerakkan, serta mengintegrasikan seluruh sumber daya yang dimiliki sekolah, terutama sumber daya manusia (SDM), untuk dapat didayagunakan dalam mencapai tujuan pendidikan sekolah.

 

Kepemimpinan yang baik dapat meningkatkan keselarasan, hasil belajar murid, dan mutu pengajaran. Kepala sekolah perlu mengembangkan dan menggunakan berbagai gaya kepemimpinan sesuai keadaan dan kebutuhan tertentu (Leithwood, et. al, 2004). 

 

C.    Kinerja Kepala Sekolah

Kepala sekolah sesuai otoritas formalnya merupakan pemimpin sekaligus manager sekolah yang bertanggung jawab pada terselenggarannya proses pendidikan yang bermutu di sekolah dengan mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi sekolah yang dimilikinya dalam upaya mewujudkan visi, melaksanakan misi dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini kepala sekolah hendaknya memberikan pertolongan, bantuan, bimbingan motivasi, dan memberikan arahan kepada guru maupun staf sekolah lainnya. Sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-Maidah 5:2 sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang- halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.

 

Ayat di atas, menunjukkan dengan jelas tentang perintah saling tolong menolong dalam kebaikan, termasuk menolong guru-guru yang mengalami kesulitan dalam melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Seorang supervisor pembelajaran harus menitikberatkan perhatiannya pada segala langkah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran yang telah diputuskan bersama (Sastradiharja, 2017).

D.    Peran dan Tugas Kepala Sekolah sebagai manager

Dalam konteks pendidikan Turney (dalam Suharsaputra, 2018) menyebutkan terdapat 5 peran atau fungsi manajemen sebagai peran manajer dalam mengelola organisasi:

1.   Perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan fungsi yang paling awal dari keseluruhan fungsi manajemen sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ahli. Perencanaan merupakan proses kegiatan yang menyiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan sebagai persiapan untuk tindakan dengan  mempertimbangkan tujuan dan sumber daya  yang diperlukan bagi pencapaian tujuan.

Istilah perencanaan mempunyai bermacam-macam pengertian antara lain; perencanaan sebagai suatu proses kegiatan pemikiran yang sistematis mengenai apa yang akan dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, langkah-langkah, metode, pelaksana yang dibutukan untuk menyelenggarakan kegiatan pencapaian tujuan yang dirumuskan secara rasional dan logis serta berorientasi ke depan (Burhanuddin dalam Hidayat dan Machali, 2012).

Langkah-langkah dalam membuat perencanaan menurut Hidayat dan Machali (2012) adalah a) Memandang proses sebagai rangkaian pertanyaan yang harus dijawab, dan b) Memandang proses perencanaan sebagai masalah yang harus dipecahkan secara ilmiah dan didasarkan pada langkah-langkah tertentu. Memandang proses sebagai rangkaian pertanyaan yang harus dijawab meliputi (a) apa (what), mengenai tujuan dan kegiatan yang akan dilaksanakan, (b) mengapa (why), mengenai keperluan atau alasan  suatu kegiatan dilakukan, (c) bagaimana (how), mencakup sistem dan tatakerja, (d) kapan (when), mencakup masalah waktu dan penetapan prioritas kegiatan, (e) di mana (where), mengenai tempat berlangsung kegiatan, (f) siapa (who), mengenai tenaga kerja.

 

2.      Communicating

Peran dan tugas kepala sekolah dalam fungsi ini adalah berbagai ide, informasi, tujuan, serta menjelaskannya untuk mengintegrasikan antara anggota organisasi sekolah dengan organisasi sekolah untuk dapat pemahaman bersama.

3.   Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan atau pembagian pekerjaan yang dialokasikan kepada sekelompok orang atau karyawan yang dalam pelaksanaannya diberikan tanggung jawab dan wewenang. Sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif, efisien dan produktif. Pendidikan dapat berjalan dengan baik kalau semua anggota organisasinya dapat bekerja sama dengan baik. Dengan demikian perlu adanya pembagian tugas yang jelas antara kepala sekolah, staf pengajar, pegawai administrasi, komite sekolah beserta siswanya (Hidayat dan Machali, 2012).

 

4.   Motivating

Fungsi ini terkait dengan mendorong dan meningkatkan serta mempertahankan minat, perhatian anggota organisasi terhadap organisasi sekolah.

 

5.                    5. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan adalah pengukuran dan koreksi terhadap segenap aktivitas anggota organisasi guna meyakinkan bahwa semua tingkatan tujuan dan rancangan yang dibuat benar-benar dilaksanakan. Pengawasan berfungsi untuk mengukur tingkar efektivitas kerja personal dan tingkat efisiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi, sehingga pengawasan sesungguhnya merupakan alat pengukuran terhadap efektivitas, efisiensi dan produktifitas organisasi (Hidayat dan Machali, 2012).

Pengawasan mengandung aspek pengukuran, pengamatan, pencapaian tujuan, adanya alat atau metode tertentu, dan berkaitan dengan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Pengawasan yang baik menurut Hidayat dan Machali (2012) memerlukan langkah-langkah pengawasan, yaitu a) menentukan tujuan standar kualitas pekerjaan yang diharapkan. Standar tersebut dapat berbentuk standar fisik, standar biaya, standar model, standar penghasilan, standar program, standar yang sifatnya intangible, dan tujuan yang realistis, b) mengukur dan menilai kegiatan-kegiatan atas dasar tujuan dan standar yang ditetapkan, c) memutuskan dan mengadakan tindakan perbaikan.

Mintzberg (dalam Suharsaputra, 2018) mengemukakan sepuluh peran manejer yang perlu dilakukan oleh seorang kepala sekolah dalam menjalankan kegiatan organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkannya, peran-peran tersebut beberapa diantaranya;

1.   Peran berkaitan dengan informasi

Peran informasi berkaitan dengan pemantauan, penyebaran, serta penyampaian informasi dalam organisasi serta keluar organisasi.

 

2.   Peran berkaitan dengan pembuatan keputusan

Peran pembuatan keputusan berkaitan dengan kebijakan pengembangan sekolah, penyelesaian masalah yang dihadapi organisasi serta membangun  kerja  tim  dan  dapat  meningkatkan  kapabilitas organisasi sekolah dalam menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan formal.

 

3.   Peran hubungan antar personal.

Peran interpersonal berkaitan dengan pemanfaatan pengaruh bagi pengembangan komunikasi organisasi, penentuan staf, pemotivasian serta pengembangan profesi.

 

E.     Peran dan Tugas Kpemimpinan Kepala Sekolah

Sergiovani (dalam Suharsaputra, 2018) mengemukakan 5 kekuatan atau kekuasaan kepemimpinan kepala sekolah yang menjadi tanggung jawabnya yaitu:

1.   Technical Meeting yaitu kekuasaan atau kemampuan teknis berkaitan dengan pengolahan, penyelesaian, atau pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

2.   Human yaitu membina  dan  mengembangkan  hubungan  kemanusiaan dengan seluruh anggota organisasi sekolah.

3.   Educational yaitu kekuasaan atau kemampuan kependidikan.

4.   Symbolic yaitu kemampuan mengembangkan simbol-simbol yang dapat menciptakan, mengomunikasikan, dan mendapatkan komitmen atas visi yang sudah dideklarasikan.

5.   Colltural yaitu  kekuasaan/kemampuan  membangun  budaya  sekolah yang kuat, mengembangkan nilai-nilai, dan keyakinan serta komitmen yang kuat pada organisasi sekolah.

 

Menurut Leithwood dkk (2004) terdapat tiga praktek kepemimpinan yang utama dalam konteks kepemimpinan pendidikan sekolah :

1.  Devoloping people yaitu memberdayakan guru-guru dan staf lainnya untuk melakukan pekerjaan yang efektif, memberikan dukungan intelektual dan mendorong untuk memperbaiki kinerja mereka.

2.   Setting directions for the organization yaitu  menentukan arah  oragnisasi sekolah, kepala sekolah merumuskan visi misi dan tujuan yang ingin dicapai bersama secara kolaborasi dengan seluruh anggota oraganisasi sekolah.

3.   Redesigning the organization yaitu merancang ulang organisasi sekolah kepala sekolah dalam kepemimpinannya.

 

Sementara itu, secara normatif menurut Permendiknas No.19/2007, dalam standar pengelolaan disebutkan beberapa peran dan tugas kepemimpinan kepala sekolah sebagai acuan untuk dilaksanakan dalam memimpin oganisasi sekolah. Menjabarkan visi ke dalam misi target mutu, merumuskan tujuan dana target mutu yang akan dicapai yaitu meningkatnya mutu pendidikan. Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelasanaan vid pembelajaran yang di komunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah/sekolah Menganalisis tantangan, peluang, kekuatan, dan kelemahan sekolah/sekolah: membuat rencana kerja strategis dan rencana kerja tahunan untuk pelaksanaan peningkatan mutu. Bertanggng jawab dalam membuat keputusan anggaran sekolah/sekolah melibatkan guru, komite sekolah dalam pengambilan keputusan penting sekolah/ sekolah Menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan dengan menggunakan sistem pemberian penghargaan atas prestasi dan sangsi atas pelanggaran peraturan dan kode etik Menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik Bertanggung jawab atas perencanaan partisipatif  mengenaai pelaksanaan kurikulum Melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah

Menjamin majemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah. Berkomunikasi untuk menciptakan dukungan intensif dengan orang tua peserta didik dan  masyarakat, menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat serta komite sekolah Memberi contoh/ teladan/ tindakan yang bertanggung jawab, memberi teadan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

 

F.     Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan/Pembelajaran

Pembelajaran efektif dan bermutu ditentukan berbagai faktor yang terkait dengan perkembangan kurikulum, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi   pembelajaran. Semua ini memerlukan keterlibatan kepala sekolah untuk menjamin keterlaksanaannya melalui sepervisi, monitoring, dan pembimbingan guru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran.

1.      Supervisi Akademik/Pembelajaran

Menurut Marshall (2009) bahwa supervisi yang dilakukan kepala sekolah perlu memperhatikan kondisi-kondisi yang dapat mendorong, meningkatkan keefektifan pelaksanaan supervisi akademik/pembelajaran sebagai berikut :

Kepala  sekolah  dan  para  guru  memasuki  kelas  dan  melihat mengobservasi bagaimana proses pembelajaran terjadi serta bagaiamana guru mengelola pembelajarannya dalam suatu interaksi komunikasi yang menciptakan iklim  pembelajaran yang kondusif bagi para peserta didik.

Kepala sekolah dan para guru memiliki pemahaman bersama tentang proses pembelajaran yang dipandang baik/efektif. Kepala  sekolah  mencatat  dengan  menggunakan  instrumen tertentu,  mengingat  hal-hal  pokok  dari  kunjungan  ke kelas dalam mengobservasi  proses  pembelajaran  yang  dilakukan guru.

   Kepala sekolah memberikan umpan balik dengan melakukan diskusi sesudah dilakukan kunjungan kelas. Umpan  balik  yang  diberkan  kepala  sekolah  kepada  guru sebagai hasil diskusi penting untuk mendapat pemahaman dan penerimaan oleh para guru. Mendorong dan memonitor perbaikan pembelajaran oleh guru sesudah mendapat umpan balik dari kepala sekolah untuk memahami apa yang terjadi dan mencari solusi bersama bila dirasakan terdapat kendala yang dihadapi. Tujuan akhir untuk meningkatkan, memperbaiki prestasi siswa. Pelaksanaan  supervisi  oleh kepala  sekolah  atas  kinerja  guru dalam melaksanakan pembelajaran merupakan faktor manajemen yang dapat memastikan terjadinya pembelajaran serta belajar siswa yang efektif.

2.      Meningkatkan, Mengembangkan Kinerja Guru Dan Staf

Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan dengan  menguatkan perkembangan profesional guru sebagai bagian dari manajemen SDM pendidikan yang penting dalam organisasi  sekolah. Disamping itu memotivasi, menggerakkan dan meningkatkan kemampuan para guru kepala sekolah juga perlu memberikan perhatian pada peningkatan staf tenaga kependidikan di sekolah dengan upaya mengembangkan dan meningkatkan  kemampuan  mereka  dalam  melaksanakan  tugasnya masing-masing.

3.         Pengembangan Iklim dan Budaya Sekolah

Pengembangan budaya memiliki iklim organisasi yang menunjangnya, sehingga budaya dan iklim dapat dilihat dalam satu kesatuan untuk menjadikan susasana sekolah dan niai-nilai (budaya) sekolah yang kondusif dan mendorong pada kinerja sekolah yang efektif dan bermutu. Sementara itu terkait dengan iklim sekolah diperlukan upaya-upaya menumbuhkan   kepercayaan, yang berarti nilai kejujuran (budaya) karena kejujuran merupakan nilai utama yang akan menumbuhkan kepercayaan.

4.      Keefektifan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Seluruh hubungan pengaruh yang dilakukan oleh kepala sekolah merupakan upaya penggerakan sumber daya sekolah bagi terwujudnya proses pendidikan/pembelajaran yang efektif dan bermutu di sekolah sehingga kepala sekolah dalam konteks ini merupakan pemimpin pembelajaran (intructional leader) dimana kepemimpinan intruksional akan menjadi hal utama dalam mendorong seluruh anggota oragnisasi sekolah untuk mendukung dan melaksanakannya. Menurut Hanmood (dalam Suharsaputra, 2018) kepemimpinan yang efektif di sekolah merekomendasikan bahwa kepala sekolah harus melakukan hal-hal berikut dalam melakukan praktik kepemimpinannya:

a)   Menentukan arah dengan mengembangkan konsensus   terkait dengan visi, misi tujuan dan arah organisasi.

b)   Membantu  setiap  guru  melalui  dukungan  contoh  dan  supervisi serta mengembangkan kapasitas (kompetensi) guru secara kolektif melalui perencanaan   kolaboratif, pengembangan profesi serta membangun norma perilaku yang didukung bersama

c)   Merancang ulang organisasi agar mampu menjadikan belajar dan kolaborasi terjadi di antara anggota organisasi sekolah.

d)  Mengelola organisasi (managemen pendidikan) sekolah dengan pengalokasian   sumber   daya   serta   strategi   dan   memberikan dukungan terhadapnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. 2009. Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial (BBM Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah. Jakarta.

Hidayat, Ara dan Machali, Imam. 2012. Pengelolaan pendidikan: konsep, prinsip, dan aplikasi dalam mengelola sekolah dan madrasah. Yogyakarta. Kaukaba Marshall, Kim. 2009. Rethinking Teacher Supervision and Evaluation: How to Work Smart, Build Collaboration, and Close the Achivement Gap. Wiley Imprint, San Fransisco.

Mudzakir, Dede. 2016. Implementasi Supervisi Manajerial dan Akademik Pengawas dalam Meningkatkan Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam Madrasah Ibtidayah. STUDIA DIDKATIKA Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol.10 No.2 ISSN 1978-8169 Hal. 33-47

Sastradiharja, E. J. 2017. Supervisi Pembelajaran Berbasis al-Quran. Mumtaz: Jurnal Studi Al Quran dan Keislaman, 1(2), 51-68.

Suharsaputra, uhar. 2018. Supervisi pendidikan. Bandung. PT Refika Aditama.

 

 

 

 

HAKIKAT PEMBELAJARAN

1. Makna Pembelajaran Pada bab 1 kita sudah membahas tentang makna belajar. Supaya belajar dapat terlaksana dengan baik dan maksimal maka ...