A. Dimensi
Supervisi Pendidikan
Dimensi menunjukan pada
aspek-aspek, atau bidang-bidang yang membentuk sesuatu,
jadi
dimensi supervisi pendidikan
menggambarkan cakupan aspek, bidang yang
membangun/membentuk
suatu praktik supervisi pendidikan. Bays (dalam Suharsaputra, 2018) mengemukakan 12 dimensi praktik supervisi yang
dapat mendukung perbaikan pembelajaran dan
pengembangan profesional, kedua belas dimensi
tersebut adalah:
1. Community Relations
Community Relations yaitu membangun dan mengembangkan hubungan terbuka
dan
produktif antara
sekolah dan masyarakat. Hubungan dengan masyarakat
terutama
dengan
orang
tua siswa
merupakan
faktor penting yang akan
membantu bagi pelaksanaan program
pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Pelaksanaan supervisi pendidikan
perlu menguatkan perhatian orang
tua dan masyarakat
pada aktivitas belajar para
siswa ketika selesai belajar di
sekolah dan berada
di
lingkungan
masyarakat. orang tua masing-masing siswa
tentu akan mendorong
pada peningkatan aktivitas belajar siswa di sekolah/ kelas, sehingga pengelolaan
pembelajaran
oleh para guru dapat sinergis dengan dukungan masyarakat, orang
tua, dan itu akan
membuat keefektifan
pembelajaran meningkat.
Dalam al-qur‘an
terdapat juga
anjuran untuk melakukan hubungan dengan sesama
manusia (masyarakat), yaitu:
وَلَا
تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ
شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Artinya: ... Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah
sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya (Q.S Al-maidah:2).
Dalam
hadits
juga
dijelaskan tentang pentingnya saling menolong.
Setiap orang
dari kalian adalah cermin saudaranya. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda,
المؤمن مرآة أخيه، والمؤمن أخو المؤمن؛ يكف عليه ضيعته،
ويحوطه من ورائه
Artinya: Seorang Mu’min
adalah cermin bagi saudaranya. Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang
lain. Dia tidak merusak harta miliknya dan menjaga kepentingannya. (Hasan) Ash
Shahihah (6/923): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 49-Bab Fin Nashihah].
Seorang Mukmin harus menolong Mukmin lainnya, tidak boleh menyakitinya, atau mengizinkan orang
lain berbuat itu. Ia tidak boleh merendahkan mukmin lain. Ia harus
menghormati semua milik dan kehormatannya
sebagai sesuatu yang
suci.
2. Staf Development
Staf Development yaitu mengembangkan dan memfasilitasi
kesempatan pertumbuhan profesi secara bermakna, pengembangan staf (guru, kepala sekolah,
staf tenaga kependidikan) merupakan tuntunan penting yang
harus dipenuhi oleh organisasi sekolah. Berjalannya aktivitas
organisasi sekolah secara stabil memang
perlu, namun upaya untuk
menjadikan organisasi memiliki kemampuan atau
kapabilitas dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan tampak lebih penting
dalam
menjaga eksistensi sekolah,
bahkan meningkatkannya. Hal ini tentunya memerlukan kemampuan
anggota organisasi sekolah
yang bermutu
dengan kompetensi yang terus
meningkat dan ditingkatkan sehingga implementasi
proses
pendidikan pembelajaran makin
efektif dan bermutu.
3. Planning and
Change
Planning
and Change yaitu menginisiasi dan
melaksanakan strategi perbaikan berkelanjutan
yang dikembangkan secara kolaboratif.
Perencanaan
dan perubahan
menjadi faktor pendorong dinamika organisasi sekolah.
Supervisi
pendidikan harus mampu mendorong perubahan yang
terencana/terprogram. Melakukan perubahan bagi
sekolah menjadi keharusan di era
kompetisi dan globalisasi dewasa ini.
Untuk itu tentu memerlukan
bantuan agar dapat berjalan dengan efektif
dan efisien sehingga perubahan yang
dilakukan dapat
berdampak lebih produktif bagi pembangunan pendidikan di
sekolah. Demikian juga dalam pembelajaran dimana berbagai inovasi
pembelajaran perlu
dapat perhatian dan pelaksanaan
sekaligus dalam menjalankan, mengelola pembelajaran yang efektif, menarik dan
sekaligus bermutu.
4. Communication
Communication
yaitu menjamin komunikasi yang jelas dan terbuka diantara
individu dan kelompok melalui/ dalam organisasi.
Komunikasi vertikal, horizontal dan atau diagonal yang efektif dapat memperkuat
kemampuan organisasi sekolah mengintegrasikan seluruh sumberdayanya
bagi pencapaian tujuan organisasi. Adapun ayat yang membahas mengenai
komunikasi yaitu:
الرَّحۡمٰن
عَلَّمَ الۡقُرۡاٰنَؕ خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ عَلَّمَهُ الۡبَيَانَۙ
Artinya: (tuhan) yang Maha pemurah, yang telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai
berbicara.
Pada
ayat ini Allah SWT menyebutkan nikmat-Nya yang lain yaitu penciptaan manusia.
Nikmat itu merupakan landasan nikmat-nikmat yang lain. Sesudah Allah menyatakan
nikmat mengajarkan Al-Qur'an pada ayat yang lalu, maka pada ayat ini Dia
menciptakan jenis makhluk-Nya yang terbaik yaitu manusia dan diajari-Nya pandai
mengutarakan apa yang tergores dalam hatinya dan apa yang terpikir dalam
otaknya, karena kemampuan berpikir dan berbicara itulah Al-Qur'an bisa
diajarkan kepada umat manusia. Manusia adalah makhluk Allah yang paling
sempurna. Ia dijadikannya tegak, sehingga tangannya lepas. Dengan tangan yang
lepas, otak bebas berpikir, dan tangan dapat merealisasikan apa yang dipikirkan
oleh otak. Otak menghasilkan ilmu pengetahuan, dan tangan menghasilkan
teknologi. Ilmu dan teknologi adalah peradaban, dengan demikian hanya manusia
yang memiliki peradaban.
Lidah
adalah organ yang terletak pada rongga mulut. Organ ini, yang merupakan
struktur berotot yang terdiri atas tujuh belas otot yang memiliki beberapa
fungsi. Fungsi pengecap rasa adalah salah satu fungsi lidah yang utama.
Terdapat sekitar 10.000 titik pengecap di lidah. Lidah juga berfungsi untuk
turut membantu mengatur bunyi untuk berkomunikasi. Lidah, dalam agama, hampir
selalu dikaitkan dengan hati, dan digunakan untuk mengukur baik-buruknya
perilaku seseorang. Manusia akan menjadi baik apabila keduanya baik. Dan
manusia akan menjadi buruk, apabila keduanya buruk. Nabi Muhammad saw menunjuk
lidah sebagai faktor utama yang membawa bencana bagi manusia, dan ia merupakan
tolok ukur untuk bagian tubuh lainnya. Beliau bersabda dalam hadisnya:
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يَكُبُّ
النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا
حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
Artinya: (Celakalah kamu), ibumu kehilanganmu wahai
Mu’adz! Tidaklah manusia itu disungkurkan ke dalam neraka di atas muka atau
hidung mereka, melainkan karena hasil ucapan lisan mereka. (HR. Tirmidzi no. 2616, dinilai shahih oleh
Al-Albani)
5. Curriculum
Curriculum yaitu mengkoordinasi dan
mengintegrasi
proses
pengembangan
kurikulum dan pelaksanaanya.
Sebagai
tujuan dari
proses pembelajaran.
Kurikulum menjadi
faktor yang menentukan dalam
meningkatkan
mutu pendidikan/ pembelajaran.
Kurikulum yang biasanya distandarkan oleh pemerintah (ideal formal curriculum) perlu dikembangkan oleh para
guru
menjadi kurikulum operasional dan
kurikulum sebagai pengalaman
belajar siswa untuk itu supervisi
pendidikan harus
membantu memastikan kesesuaiannya. Sekaligus
pengembangannya
dalam konteks
lokal pembelajaran, sehingga
implementasi kurikulum oleh para guru melalui pembelajaran akan dapat sejalan
dengan apa yang diharapkan dari
kurikulum tersebut.
6. Instructional program
Instructional
program mendukung dan mengkoordinasikan upaya-upaya untuk
memperbaiki
program pembelajaran. Program
pembelajaran merupakan penjabaran dari kurikulum yang diterapkan di sekolah.
Ini merupakan pengembangan oleh para guru
untuk dapat diterapkan dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan. Administrasi
program merupakan bukti awal untuk melihat kesesuaian
serta pengembangannya. Namun supervisi pendiddikan harus
membantu
lebih dari sekedar aspek administrasi program, karena itu sebenarnya langkah
awal
dalam
bentuk perencanaan pembelajaran yang
hasilnya akan ditentukan oleh proses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh para
guru. Supervisi kelas dapat menjadi langkah penting
melalui praktik mengajar guru
untuk kemudian dapat
terdeteksi administrasi/ program
pembelajarannya sehingga bantuan dapat diidentifikasi apakah dalam program adminitrasi pembelajaran atau dalam pelaksanaan (kesesuaian
dengan program yang ditetapkan).
7. Service to teachers
Service to teachers yaitu menyediakan
materi,
sumber daya dan bantuan
untuk mendukung pembelajaran (belajar mengajar). Identifikasi dan
pemahaman yang dilakukan dalam supervisi pendidikan merupakan dasar yang tepat untuk memberikan layanan bagi yang disupervisi
dalam membantu, membimbing upaya untuk lebih meningkatkan
kemampuan dalam melaksanakan peran dan tugas yang diembannya. Hal utama bagi guru adalah membantu
meningkatkan kemampuan
dalam mengelola pembelajaran, dan ini tentu saja bisa berlaku bagi kepala sekolah
untuk membantu dalam mengelola dan
memimpin organisasi sekolah, serta para staf untuk meningkatkan kemampuannya
dalam memdukung pelaksanaan
proses pendidikan/ pembelajaran.
8. Observation and conferencing
Observation and conferencing yaitu menyediakan umpan balik pada guru berdasarkan observasi
kelas. Supervisi pendidikan
yang dilakukan
tentu dimaksudkan untuk supaya
penyelengaraan pendidikan/
pembelajaran di
sekolah berjalan baik, efektif, bermutu dan
makin bermutu. Pelaksanaan observasi pada kinerja anggota organisasi menjadi penting dalam
supervisi pendidikan. Ini merupakan
bagian
yang dapat menghasilkan umpan balik bagi perbaikan yang dilakukan
dengan mengkomunikasikanya dengan pihak yang
disupervisi. Konversi dapat menjadi wahana bagi pendiskusian umpan balik dari
hasil yang
diperoleh melalui observasi terhadap pembagian aktivitas pendidikan
pembelajaran di
sekolah.
9. Problem solving and decision
making
Problem solving and decision making
yaitu menggunakan berbagai strategi untuk
mengklasifikasi dan menganalisis masalah-masalah untuk pembuatan keputusan. Supervisi pendidikan
dapat membantu
dalam memecahkan masalah dan
membuat keputusan bagi perbaikan organisasi
sekolah. Baik terkait dengan pembelajaran maupun dengan
aktivitas keorganisasian sekolah lainya. Supervisi pendidikan memerlukan supervisor yang menguasai keilmuan tentang pendidikan, organisasi
manajeman, serta memahami benar bagaimana sekolah
beroperasi dan juga bagaimana pembelajaran terjadi. Sehingga kemampuan dalam
membantu
membuat keputusan dan
memecahkan masalah
dapat dilakukan dengan efektif
melalui implementasi suprvisi
pendidikan pada organisasi sekolah.
10. Research and
program evaluation
Research
and program evaluation yaitu mendorong
eksperimentasi dan
menilai hasil. Penelitian menjadi langkah penting
dalam supervisi pendidikan. Penelitian
merupakan upaya
memahami
situasi
dan kondisi organisasi sekolah secara ilmiah melalui bukti-bukti empiris yang diperoleh
dari hasil penelitian. Penelitian akan menghasilkan
dekripsi tentang
sekolah dan berbagai aktivitas yang akurat, sehingga preskripsi saran rekomendasi bagi upaya perbaikan
sekolah, peningkatan
mutu
pendidikan/ pembelajaran mempunyai pijakan empiris ilmiah.
Disamping itu
hasil-hasil penelitian dapat menjadi
dasar
bagi
dilaksanakannya evaluasi program pendidikan.
Program itu mengacu pada
rencana strategi sekolah
untuk melihat gap antara
rencana dan implementasinya, sehingga
langkah-langkah yang tepat
dapat dilaksanakan sebagai bentuk bantuan bagi
organisasi sekolah
(guru,
kepala sekolah,
staf tenaga kependidikan) untuk terus melakukan perbaikan dalam menyelenggarakan
pendidikan/ pembelajaran.
11. Motivating and organizing
Motivating and organizing yaitu membantu orang-orang mengembangkan
visi bersama dalam mencapai tujuan bersama memotivasi seluruh anggota organisasi dengan visi yang menginspirasi dan membangun komitmen
profesi dan
organisasi dalam melakukan aktivitas organisasi di sekolah serta mengorganisasikanya
dalam suatu kesatuan yang
efektif dalam
mencapai tujuan
pendidikan sekolah.
12. Personal development
Personal
development yaitu mengakui dan memikirkan segala reflektif atas
keyakinan, kemampuan serta tindakan secara personal dan secara
profesional. Pengembangan diri seluruh anggota organisasi
sekolah menjadi hal penting untuk dikembangkan dalam supervisi pendidikan.
Ini juga menunjukan kemampuan membuat organisasi
dinamis dan siap berubah dengan individu-individu yang terus berkembang
dan mengembangkan diri dalam kemampuan kompetensi yang
dimilikinya untuk
melakukan aktivitas organisasi sekolah
makin efektif bermutu
sesuai dengan peran dan tugas yang diemban masing-masing dalam organisasi sekolah.
Dari pendapat di atas
tentang dimensi/ domain/
bidang supervisi pendidikan,
secara prinsip dapat dikelompokan ke dalam bidang
keorganisasian
sekolah, bidang kinerja serta bidang
utusan utama pembelajaran. Oleh
karena itu
supervisi pendidikan
merupakan layanan
bantuan dalam mengembangkan
organisasi sekolah
meningkatkan kinerja SDM pendidikan dan itu semua dilakukan
dalam upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan
pembelajaran di sekolah, yang akan memberi
dampak bagi perkembangan
masyarakat. Kedua
belas dimensi di
atas mempresentasikan lebih dari 300 bidang
pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang teridentifikasi
dan diterapkan pada
supervisi pendidikan pada
setiap level organisasi. Dimensi-dimensi supervisi pendidikan
mencakup pengetahuan teknis.
Pengetahuan
prosedural juga relation (hubungan)
dengan organisasi
pada aktivitas orang serta menunjukan pentingnya supervisi umum. Ini menunjukan
luasnya bidang
kompetensi keahlian yang perlu dikuasai, dipahami dan dijadikan sikap dalam
melaksanakan supervisi pendidikan
(Suharsaputra, 2018).
Supervisi akademik
bertujuan untuk
meningkatkan
kompetensi atau profesionalisme
seorang guru dalam proses pembelajaran sebagaimana yang
tercantum dalam UU guru dan
dosen No.14 Tahun 2005. Seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam rangka
melaksanakan perannya sebagai supervisor akademik yang
baik.
Peran atau tugas kepala sekolah sebagai evaluator
tentunya menilai performa guru. Oleh karena itu
kepala
sekolah harus
memiliki keterampilan dalam
menentukan
teknik pengukuran, pengumpulan data, menganalisis data,
serta menentukan standar keberhasilan seorang guru.
Sehingga
ketika terdapat kekurangan bisa langsung diperbaiki (Fatoni, Altof, 2015).
B. Bentuk-Bentuk Supervisi
(the forms of supervision)
Supervisi pendidikan dapat dilakukan degan berbagai bentuk dan cara
dalam
prosesnya. Dilihat dari arah yang ingin dicapai
dari
kondisi kerja yang disupervisi. Dalam hal ini sikap yang
dilakukan supervisor dalam melaksanakan tugasnya, supervisi
pendidikan dapat
dikelompokkan dalam empat bentuk atau jenis (Briggs, dalam
Sahertian & Mataheru,
1981) yaitu :
1. Corrective Supervision
Corrective Supervision (Supervisi koreksi) merupakan supervisi untuk memperbaiki kesalahan atau kekurangan ketika
diketahui secara obyektif faktanya. Memperbaiki bukan dengan mencari kesalahan karena supervisi itu sendiri merupakan bantuan
untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja
sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan
serta pembelajaran. Oleh sebab itu,
supervisi korektif perlu dilihat sebagai bagian dalam mengidentifikasi
masalah atau pembelajaran. Kemudian diupayakan bantuan yang dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan atau
pembelajaran di
sekolah.
Supervisi korektif bisa dilakukan dalam perspektif proses
pembelajaran dari
memulai perencanaan pelaksanaan dan juga
dalam evaluasi,
bimbingan serta bantuan dapat diberikan dalam
setiap
tahapan proses bila dipandang terdapat kesalahan. Yang terpenting adalah sesuai dengan spirit
dari supervisi. Cara
komunikasi yang tepat tanpa menggurui
dan bila memang terjadi kesalahan,
solusi harus diberikan tanpa supervisi merasa diajari, namun bersama-sama mengatasi
dan
memperbaikinya
demi keefektifan proses pembelajaran. Hal itu juga berlaku bila kesalahan atau kekurangtepatan terjadi dalam
manajemen, kepemimpinan dan
kinerja SDM lainnya di
dalam organisasi sekolah.
2. Preventive Supervision
Preventive Supervision (Supervisi preventif) merupakan supervisi untuk membantu SDM pendidikan di sekolah terhindar dari melakukan kesalahan, baik sengaja maupun tidak sengaja. Supervisi pencegahan dapat dilakukan dengan
mengkaji berbagai
kasus
yang relevan serta memberikan perspektif
tentang berbagai kemungkinan kesalahan atau kesalahan yang telah terjadi
agar
dapat memberikan pemahaman dan kesadaran pada SDM pendidikan
(Guru, kepsek dan staf) untuk dapat mengambil pelajaran agar terhindar dari
kekeliruan atau
kesalahan.
3. Constructive Suprvision
Constructive Suprvision (Supervisi konstruksi)
merupakan supervisi yang dimaksudkan untuk membangun dan meningkatkan kemampuan SDM pendidikan
sejalan dengan tujuan organisasi sekolah, baik dalam bidang
pembelajaran, manajemen, ataupun kepemimpinan sehingga
dapat memberikan
dorongan untuk terus berkembangnya
upaya
belajar
dan
pengembangan
diri pada seluruh anggota organisasi sekolah dalam berkontribusi bagi
kemajuan organisasi
sekolah.
Membantu memberikan pemahaman pendidikan atau pembelajaran secara
sistematik dan juga filosofis akan membantu SDM pendidikan di sekolah.
Membangun pemahan yang utuh dan integral tentang peran dan tugasnya. Sehingga dapat menjadi
pemicu dan pemacu
untuk terus mengembangkan
kemampuan dalam berkontribusi bagi organisasi
sekolah
sebagai
penyelenggara
pendidikan atau pembelajaran.
4.
Creative Supervision
Creative Supervision (Supervisi
kreatif) merupakan supervisi yang dilakukan secara kreatif dan yang mampu mendorong
kreatifitas pada SDM pendidikan dalam
menjalankan peran dan tugasnya masing-masing. Dalam
kaitan dengan kinerja
guru seperti penguatan kepemimpinannya. Supervisi pendidikan
perlu memberikan kebebasan
pada
guru untuk mengembangkan kemampuannya dalam
mengkreasi dan
melaksanakan pembelajaran yang
inovatif untuk keefektifan pembelajaran. Supervisi
pendidikan membantu
untuk menumbuhkan keberanian para guru berinovasi dalam menjalankan peran atau tugasnya sebagai pendidik atau pengajar. Dengan demikian, guru-guru akan merasa dihormati harkat dan martabatnya serta
dimulyakan nama baiknya.
Sebagaimana
perintahkan Allah Subhanahu wata‘ala, dalam firmanNya Surah al-Isrā‘/17:70 sebagai
berikut:
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا
بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ
الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا
Artinya: Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna (Q.S
Al-Isra:70).
Jenis Supervisi di atas menunjukkan pada perlakuan apa yang diberikan
pada kinerja yang dilakukan Supervisi pendidikan dilakukan sementara
itu. Dilihat dari pola
hubungannya Supervisi pendidikan dapat dibagi kedalam dua
bentuk, yaitu:
1.
Supervisi formal
Merupakan Supervisi yang
dirancang, direncanakan,
dan ditata khusus untuk melakukan interaksi
supervisi diantara
supervisor dengan yang disupervisi.
2.
Supervisi informal
Merupakan Supervisi yang terjadi
tanpa suatu perencanaan yang
tertata namun
interaksi Supervisi
dilakukan
dengan kecenderungan
tidak
sengaja.
Kedua
bentuk Supervisi tersebut tetap dapat
dilakukan dan terjadi dengan
kemanfaatan yang tetap
positif bagi perbaikan
proses pendidikan
di sekolah. Sementara
itu
dilihat dari penyebab, pola interaksinya dan juga
fokusnya. Supervisi pendidikan dapat dikelompokkan
kedalam dua bentuk
yaitu:
1. Supervisi Klinis
Supervisi klinis dikembangkan pertama kali berdasarkan
gagasan diagnosis dan perlakuan di bidang medis oleh Morris L, Cogan, Robert Goldhammer
dan Richard Weller tahun 1950 di School of Education. Pendekatan ini
dipengaruhi oleh teori behavioristik. Kata "klinis" menunjuk pada
muka antara guru dan supervisor pada pemecahan masalah reflektif, target secara
langsung masing-masing kelas, dan terfokus pada guru sebagai agen perubahan. Memiliki
kapasitas mengembangkan kemampuan guru untuk bertanggung jawab menganalisis
kinerja guru, terbuka membantu orang lain, dan mengarahkan diri sendiri dilakukan
dalam bentuk proses tatap muka yang memungkinkan supervisor dan guru bersama membahas
dan menganalisis masalah pembelajaran yang terjadi di kelas dan menemukan mengatasi
masalah tersebut.
Model ini lebih menekankan pada hubungan tatap muka antara
supervisor dengan guru serta terpusat pada perilaku aktual guru dalam mengajar.
Supervisi klinis
ada
juga yang
menyebutnya model Supervisi.
Model Supervisi adalah bentuk atau model Supervisi yang
fokus pada prilaku guru mengajar,
prilaku yang disupervisi yang terjadi, kemudian dianalisis untuk
ditemukan
kelemahan dan
kekurangan, maka dilakukan, diberkan bantuan
dan bimbingan untuk
memperbaikinya, meningkatkannya.
Supervisi klinis adalah bentuk
supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar melalui siklus yang
sistematis dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan
cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta bertujuan mengadakan
perubahan dengan cara yang rasional (Willem dalam Sahertian, 2000). Sergiovanni
dan Starratt (2002: 222) mengungkapkan bahwa supervisi klinis sebagai kontak
tatap muka dengan guru dengan maksud meningkatkan pembelajaran dan meningkatkan
pertumbuhan profesionalisme. Acheson
dan Gall (1987)
Supervisi klinis adalah sebuah model alternative
dan Supervisi yang lebih interaktif, demokratis, dan berpusat pada
kebutuhan guru. Supervisi klinis pada
dasarnya
merupakan pembinaan perfomansi guru mengelola
proses belajar mengajar.
Adapun
ciri-ciri atau karakteristik dari supervisi klinis yang membedakan dengan
supervisi lainnya (Natalia, 2020) yaitu sebagai berikut:
a. Pada dasarnya supervisor dan guru sederajat dan
saling membantu dalam meningkatkan kemampuan dan sikap keprofesionalannya.
b. Fokus supervisi klinis adalah pada perbaikan
cara mengajar bukan mengubah kepribadian guru.
c. Balikan supervisi klinis didasarkan atas bukti
pengamatan dan bukan atas keputusan penilaian yang tidak di dukung oleh bukti
nyata.
d. Bersifat konstruktif dan memberi penguatan pada
pola-pola dan tingkah laku yang pola tingkah laku yang belum berhasil.
e. Tahapan supervisi klinis merupakan kontinuitas
dan dibangun atas dasar pengalaman masa lampau.
f. Supervisi klinis merupakan suatu proses memberi
dan menerima yang dinamis dimana supervisor dan guru merupakan teman sejawat di
dalam mencari pengertian bersama dalam proses pendidikan.
g. Tiap guru mempunyai kebebasan dan tanggung
jawab untuk mengemukakan pokok-pokok persoalan, menganalisis cara mengajarnya
sendiri dan mengembangkan gaya mengajarnya.
h. Supervisor mempunyai kebebasan maupun tanggung
jawab untuk menganalisis dan mengevaluasi cara melakukan supervisi sebagaimana
cara menganalisis cara mengajar guru.
i.
Guru
mempunyai prakarsa dan tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi pedagogik
yaitu kemampuan mengelola pembelajaran.
j.
Supervisor
dan guru bersifat terbuka dalam mengemukakan pendapat dan dilandasi saling
menghargai kedudukan masing-masing dan secara bersinergi untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran guru.
2. Modifikasi Supervisi Klinis
Modifikasi bisa
dilakukan dengan Supervisi tidak langsung. Seperti melalui
penelitian tindakan
atau action research. E-supervision (Supervisi elektronik berbasis internet) atau bentuk lain yang secara mendasar dilakukan untuk memperbaiki,
meningkatkan kompetensi, mutu
kinerja supervisi dalam melaksanakan proses pendidikan atau pembelajaran yang diselenggarakan
di sekolah.
Supervisi klinis
secara prinsipil
adalah Supervisi pembelajaran dan
dimaksudkan utuk memperbaiki, meningkatkan
kemampuan para guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai pengajar. Apabila
terkait dengan patologi tertentu,
serta penekanan pada interaksi
langsung antara supervisor dengan
Supervisi.
Sebagaimana dikemukakan
diatas maka supervisi dengan interaksi langsung dapat dilakukan pada
semua guru, sehingga dapat diketahui apa masalah yang
dihadapi masing-masing guru untuk kemudian dibeikan bntuan dalam
meningkatkan kemampuan
kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas.
Dilihat dari pelaksanaan peran yang disupervisi,
supervisi pendidikan
dibagi kedalam dua
jenis atau bentuk (Suharsaputra,
2018) yaitu:
1. Collegial Supervision
Supervisi kolegial
merupakan Supervisi
pendidikan yang
dilaksanakan
dalam hubungan kolegial kebersamaan
interaksi bersifat kooperatif
dan
kolaboratif menuju peningkatan kemampuan bersama. Supervisi ini merupakan pengembangan
profesional
secara kooperatif yang dapat
membantu guru.
2. Self-directed
Supervision
Supervisi mandiri (mengarahkan sendiri) merupakan supervisi dimana Supervisi menentukan tujuan untuk pengembangan
professional dirinya dan merencanakannya untuk mencapai tujuan kemudian
menyampaikannya
pada
supervisor dalam
periode waktu tertentu. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
Surah Al- Qashash/28:26,
sebagai
berikut:
قَالَتْ اِحْدٰىهُمَا يٰٓاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ
ۖاِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
Artinya: Dan salah seorang dari kedua
(perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada
kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”
Profesionalime guru yang dimaksud adalah kemampuannya dalam memahami pembelajaran, manajemen kelas,
keterampilan menerapkan pendekatan, strategi, metode dan teknik mengajar yang efektif dan menggunakan media
pembelajaran untuk
membantu meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi
pembelajaran serta kecakapan dalam memilih model dan teknik pembelajaran yang efektif dan fungsional baik secara individu
maupun kelompok.
Bentuk supervisi
lainnya dilihat dari
kebutuhan supervisi (pihak yang
disupervisi) dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai
pendidik. Dapat dikelompokkan kedalam dua bentuk yang masing-masing dikemukakan
oleh pakar yang
berbeda yaitu:
1. Developmental
Supervision
Supervisi ini dikemukakan oleh
Glickman (1981) Supervisi
ini dilakukan
dengan
cara
supervisor mengidentifikasi
tahapan perkembangan supervisi (guru) kemudian menggunakannya
untuk menentukan teknik yang
tepat untuk membantu pertumbuhan profesionalnya.
2. Differentiated Supervision
Sejak tahun 1980-an, supervisi pengajaran mulai diarahkan
pada pendekatan baru, setelah diperkenalkannya supervisi pengembangan oleh
Glickman (1981). Pendekatan supervisi tersebut menyadari adanya kenyataan,
bahwa peneliti yang berbeda telah
menemukan keefektifan tiap-tiap pendekatan tersebur. Berdasarkan temuan-temuan
tersebut, maka disarankan agar para supervisor menggunakan pendekatan yang
bervariasi sesuai dengan kebutuhan guru tertentu.
Perbedaan kebutuhan itu, diakibatkan oleh
perbedaan-perbedaan individual. Glatthorn (1997) juga menggambarkan supervisi
yang dapat memperlihatkan perbedaan (differentiated supervisión) sebagai
sebuah pendekatan pada supervisi yang melengkapi guru dengan opsi tentang
jenis-jenis kepengawasan (advisory)dan layanan evaluasi yang mereka
terima. Supervisi
ini
dilakukan dalam bentuk Supervisi atau para guru memilih antara
supervisi (aspek yang
memerlukan Supervisi) dan evaluasi supervisi
ini didasari pemikiran bahwa
pendekatan atau bentuk Supervisi yang berbeda-beda akan memungkinkan
supervisor berkonsentrasi.
Supervisi yang bersifat pengembangan (developmental) dan
Supervisi yang
dibedakan (Differentiated) mempertimbangkan
kebutuhan guru yang
disupervisi lainnya
terkait keperluan perbaikan dalam pembelajaran di
kelas atau dalam pengelolaan dan kepemimpinan
organisasi sekolah. Supervisi pengembangan melihat pada perlunya profesi pendidikan (seluruh anggota organisasi sekolah)
untuk terus meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan
peran
dan
tugasnya.
Zepeda (dalam Suharsaputra, 2018) menyatakan
bahwa Supervisi Differentiated dan Developmental
menentukan langkah-langkah
untuk dapat mengembangkan hal-hal berikut:
a.
Melakukan
investigasi atas praktik-praktik
pendidikan atau pembelajaran melalui
eksperimentasi,
melakukan observasi
pada yang
lain guna menemukan berbagai cara yang efektif
dalam memperbaiki,
meningkatkan efektivitas
proses pendidikan
atau pembelajaran
sehingga
terjadi
shared experience and knowladge dikalangan para guru dan anggota
organisasi
sekolah lainnya.
b.
Menentukan jenis supervisi yang
akan dilakukan dengan memperhatikan pihak
yag akan di supervisi berdsarkan kebutuhan yang
dirasakannya sehingga proses Supervisi
pendidikan dapat tepat membantu mengatasi masalah yang dihadapi
sehingga efektifitasnya dapat terjamin.
c.
Para guru dan anggota organisasi sekolah lainnya merupakan
pembelajaran yang perlu ditempatkan
sebagai partisipan yang aktif dalam pengalaman
belajar bersama
dengan yang
lain
untuk merumuskan hipotesis tentang praktik
pembelajaran yang
dipandang efektif untuk kemudian menguji dan
mengembangkannya untuk mendapatkan suatu alternatif
cara yang
tepat. Efektif dan bermutu dalam
melaksanakan peran
dan
tugasnya sebagai pendidik atau pengajar
dalam organisasi
sekolah (pendidikan
formal)
d.
Melakukan interaksi dengan yang
lain dalam mengontruksi praktik pendidikan atau pembelajaran yang telah dilakukan kemudian melakukan kontuksi ulang
dalam mengembangkan praktik-praktik agar
efektivitsya makin meningkat dan makin bermutu.
Melakukannya secara
bersama tentu akan
memberikan keluasan kajian
dan pandangan
sehingga
rekontruksi akan memunculkan pola-pola yang
lebih baik untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah.
e.
Umpan balik dalam supervisi tidak bersifat menilai dibedakan dengan evaluasi kinerja dan perlu dilakukan terbuka untuk bertukar pengalaman praktik dengan yang
lain
sehingga berbagai kekurangan yang mungkin ditemukan dalam supervisi tidak menjadikan pihak yang
disupervisi menjadi down, namun akan lebih
mendorong pada upaya untuk melakukan pegembangan diri secara bersama.
f.
Supervisi pendidikan perlu mendorong pada belajar mandiri,
sehingga pengembangan kinerja yang disupervisi menjadi
aktivitas individu sebagai pendidik serta
refleksi komitmennya
pada organisasi
sekolah.
Dalam
melaksanakan bentuk-bentuk
atau jenis supervisi seperti
dikemukakan di atas orientasi atau fokus pada subjek yang
di supervisi akan
memberi warna pada kedalaman dan
atau keluasan. Dalam hubungan ini supervisi
pendidikan bila dilihat dari orientasinya dalam konteks sistem serta basis pelaksanaannya dapat dikelompokkan ke dalam dua
bentuk atau
jenis (Suharsaputra, 2018) yaitu:
1.
Supervisi
pendidikan berbasis bidang kegiatan atau
tugas
supervisi berorientasi tugas memberikan focus pada tugas yang dilakukan oleh anggota organisasi sekolah, Supervisi akademik dan Supervisi
manajerial termasuk kedalam jenis ini, dimana
perbaikan pembeljaran
dan pengelolaan
khususnya pengadministrasian
kegiatan organisasi
sekolah dilakukan
didalamnya dengan kinerja staf sebagai pendukung dalam
pelaksanakannya. Dimana supervisi manajerial merupakan
bagian
dari kierja kepala sekolah. Namun upaya pengembangan
kinerja akan menghadapi kesulitan karena kinerja mengikuti
bidang sementara pengembangan kinerja guru untuk kegiatan organisasi sekolah
lainnnya akan dipandang kurang
terkait dengan kinerja guru. Padahal dalam konteks
organisasi sekolah kineja kepala
sekolah memerlukan pengembangan
dalam kaitan dengan peningkatan kapabilitas
dan kinerja organisasi sekolah
sebagai suatu unit atau
kesatuan
sistem organisasi sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal.
2.
Supervisi
Pendidikan berbasis Kinerja (organisasi
dan
SDM atau individu) merupakan supervisi yang fokus pada kinerja baik kinerja institusi maupun individu dalam
menjalankan peran dan fugsinya pada organisasi.
Dalam pendidikan
persekolahan Supervisi kinerja
memberikan penekanan pada satuan
pendidikan sebagi suatu sistem yaitu organisasi sekolah
pada pendidik (guru,
kepala
sekolah dan tenaga).
Pada dasarnya Supervisi bidang dan Supervisi kinerja merupakan hal yang
bersifat melengkapi dan memperluas
orientasi fokus dan supervisi pendidikan sehingga perlu dipandang
lebih merupakan pelakasanaan perspektif dalam
melihat peran supervisi pendidikan dan
melakukan supervisi
pendidikan dalam mengembangkan kinerja
organisasi pendidikan.
Pada
akhirnya dapat
berefek
pada
peningkatan suatu pendidikan atau
pembelajaran di sekolah baik
dalam proses atau hasilnya.
C. Model-model
Supervisi Pendidikan
Townsend dan MacBeath (dalam
Suharsaputra, 2018) menyatakan sebagai berikut:
―Each supervisory system can be analyzed with togard to the relative
emphasis it places on its
different aspects
and,
particularly,
on
the
choice between
support and control. Pilihan antara mendukung membantu (support, assistance dan pengendalian (kontrol)
merupakan aspek yang menjadi pilihan
penekan dalam supervisi pendidikan, dan dengan memperhatikan hal tersebut De Grauwe
(dalam Suharsaputra, 2018) mengemukakan empat model supervisi, pendidikan
yang mungkin
dilaksanakan dalam
suatu
sistem pendidikan.
Keempat
model
itu mengkaji tipe-tipe tanggung jawab yang diemban otoritas
pusat
dan otoritas
sekolah, adapun keempat
model tersebut adalah:
1.
The classical supervision model
Dalam model ini supervisi pendidikan memelihara
perannya untuk menyediakan atau melakukan pengendalian
dan dukungan, bantuan
dalam bidang pedagogik
dan
administratif. Cakupannya bersifat menyeluruh sesuai dengan hak dan masing-masing
sekolah atau guru yang disupervisi. Model ini menempatkan penekanan yang
kuat pada supervisi eksternal sebagai alat monitoring yang
paling penting, dan hasil-hasil evaluasi internal sekolah hanya
menjadi bagian
informasi bagi supervisor
eksternal. Model
ini menunjukkan kepercayaan
yang kuat akan kemampuan negara untuk mengontrol sekolah secara
efektif.
2.
The central control model
Model ini didasarkan pada hal-hal atau prinsip-prinsip berikut:
a. Supervisi hendaknya berkonsentrasi
pada tugas utama
yaitu
pengendalian
kontrol.
b. Birokrasi yang
rumit yang menjadi
ciri model klasik tidak
hanya mahal
tapi
juga
mencegah supervisi berfungsi
efektif.
c. Supervisi eksternal
tidak
dapat
dengan sendirinya
membawa atau mendorong
pada perbaikan sekolah.
d. Peran supervisi adalah menginspeksi tiap-tiap sekolah
dari waktu ke
waktu dan menerbitkan laporan
untuk publik.
e. Evaluasi
internal dilakukan dengan mencakup
riview proses, yang merupakan bagian integral dan
siklus eksternal.
3.
The close to school support model.
Dalam model ini peranan supervisi
yang utama adalah membantu
sekolah yang
paling lemah
dengan memberikan saran dan bimbingan cara melakukan perbaikan. Tiap sekolah
akan
melakukan adaptasi terhadap
kebutuhan-kebutuhannya,
dan kunjungan supervisi menjadi alat penting dalam melakukan monitoring.
Untuk menjamin fokus pada sekolah yang betul-betul membutuhkan bantuan, maka diperlukan basis data yang akurat untuk dasar melakukan
supervisi pendidikan, dan
tujuannya
adalah mengembangkan sekolah
secara bersama dan memperbaiki pembelajaran serta operasi atau kegiatan
sekolah.
4.
The school-site supervision model
Model ini didasari pada pandangan bahwa
guru-guru dan
masyarakat
lokal merupakan bentuk pemantauan
terbaik (the best monitors) atau mutu dan berfungsinya
sekolah.
Staf pengajar merupakan
orang-orang yang
memiliki skill dan
kesadaran
profesional untuk berpartisipasi dalam evaluasi secara mandiri dan dengan rekan sejawat tanpa diperlukan supervisi eksternal sehingga hanya sedikit saja
keperluan pada intervensi
pusat.
Model-model supervisi pendidikan
di atas hanya untuk menunjukkan berbagai cara supervisi pendidikan diterapkan dalam suatu sistem pendidikan
yang mungkin terjadi, dilaksanakan
dalam
kaitannya dengan upaya layanan bantuan dan atau pengendalian. Dalam kenyataan dilapangan sering
terjadi bahwa
kedua hal tersebut didampingkan, karena
pada
dasarnya kedua hal tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan
mutu
pendidikan di
sekolah, namun demikian penerapan model memerlukan kajian kebijakan yang matang
dengan
melihat kondisi lapangan yang ada serta efek atau dampak yang
diinginkan terjadi dalam bidang penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Cara pembagian
model dengan mendasarkan pada bagaimana memastikan kondisi lapangan dari penyelenggaraan pendidikan serta upaya apa yang
diperlukan untuk memperhatikannya.
Namun begitu terdapat juga yang
menyebutnya sebagai
pendekatan, adapun
yang
termasuk dalam
perspektif
ini menyebutkan
beberapa model dan atau pendekatan yaitu:
1.
Supervisi ilmiah/saintifik
Model supervisi ilmiah adalah
sebuah
model supervisi yang digunakan oleh supervisor untuk menjaring
data atau informasi dan menilai kinerja kepala sekolah dan guru
dengan cara
menyebarkan angket (Sahertian,
2008) supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dilaksanakan
secara berencana dan berkelanjutan.
b. Sistematis
dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
c. Menggunakan
instrumen pengumpulan
data.
d. Dapat
menjaring data yang objektif.
2.
Supervisi klinik
Sejarah perkembangan Supervisi
klinik mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert
Goldhammer, dan Richart Weller di Universitas Harvard pada akhir dasawarsa
1950an dan awal dasawarsa 1960an. Ada dua asumsi mendasari praktik supervisi
klinik. Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas, yang sangat kompleks yang
memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati. Melalui pengamatan dan
analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan dengan mudah mengembangkan
kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Kedua, guru-guru yang
profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara kesejawatan
daripada cara yang otoriter. Supervisi klinik merupakan supervisi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa
dengan memperbaiki perilaku mengajar guru
dalam proses pembelajaran dengan cara mengobservasi perilaku mengajar
guru,
dan
proses pembelajaran di kelas guna meningkatkan dan atau memperbaiki efektivitas proses
pembelajaran.
Dilakukan secara
demokratis, kolaboratif serta
berdasarkan kebutuhan supervisi. Supervisi ini dimaksudkan untuk
meningkatkan, atau memperbaiki kinerja
guru
atau yang disupervisi.
Supervisi
klinik sebagai suatu sistem instruksional yang menggambarkan perilaku
supervisor yang berhubungan secara langsung dengan guru atau kelompok guru
untuk memberikan dukungan, membantu dan melayani guru untuk meningkatkan hasil
kerja guru dalam mendidik para siswa. Bolla (1985) memberikan definisi
supervisi klinis sebagaimana : “Clinical supervision may be defined as
supervision focused upon the improvement of instruction by means of systematic
cycles of planning, observation and intensive intellectual analysis of actual
teaching performance in the interest of rational modification”.
(sebagaimana supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan
menjalankan siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan dan
analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya
dengan tujuan untuk modifikasi yang rasional). Sedangkan Cogan (1973)
mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut. “The rational and practice
designed to improve the teacher's classroom performance. It takes its principal
data from the events of the classroom. The analysis of these data and the
relationships between teacher and supervisor from the basis of the program,
procedures, and strategies designed to improve the student's learning by
improving the teacher's classroom behavior”
Cogan
menekankan bahwa supervisi klinik adalah upaya bantuan secara langsung yang
diberikan supervisor kepada guru dengan cara melakukan observasi dan melakukan
analisis hasil observasi saat guru mengajar agar guru menjadi lebih efektif
dalam melaksanakan tugas mengajar. Praktik supervisi klinik dilandasi teori
psikologi, belajar dan pembelajaran, kepemimpinan, teori motivasi, tepri
organisasi, teori komunikasi, administrasi dan manajemen.
3.
Supervisi aristik
Supervisi aristik adalah model supervisi kontemporer yang didasarkan pada
pengetahuan, keterampilan, pemahaman, dan sensivitas penilaian,
serta kompetensi supervisor dalam mengobservasi yang disupervisi (guru)
terkait kejadian
pembelajaran
dalam
lingkungan
kelas.
Model ini menjalin hubungan
baik
dengan
guru
yang disupervisi
sehingga mereka merasa
dibimbing, diterima merasa
aman yang bisa menimbulkan
dorongan untuk maju dan mengembangkan
diri (Suharsaputra, 2018).
4.
Konvensional
Model ini tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat pada suatu saat. Pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal, akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang
otokrat dan korektif. Pemimpin cenderung
untuk mencari-cari kesalahan. Perilaku supervisi ialah mengadakan inspeksi
untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan.
Kadang-kadang bersifat memata-matai.
Perilaku seperti ini disebut
snooper vision (memata-matai). Sering
disebut supervisi yang korektif.
Memang sangat mudah untuk
mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi lebih
sulit lagi untuk
melihat segi-segi positif dalam hubungan dengan hal-hal yang baik. Pekerjaan seorang supervisor yang
bermaksud hanya untuk
mencari kesalahan adalah suatu permulaan yang
tidak
berhasil. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing
sangat bertentangan dengan prinsip
dan tujuan supervisi pendidikan.
Akibatnya yang
disupervisi merasa tidak puas
dan ada dua sikap
yang
tampak dalam kinerja yang
disupervisi : 1) Acuh tak acuh (masa bodoh), dan (2) Menantang
(agresif). Praktik mencari-cari
kesalahan
dan
menekan bawahan ini masih tampak sampai saat ini. Para
pengawas datang ke sekolah
dan
menanyakan mana satuan pelajaran. Ini
salah dan seharusnya begini.
Praktik-praktik supervisi seperti ini adalah cara
memberi supervisi
yang konvensional. Ini bukan berarti bahwa tidak boleh menunjukkan kesalahan.
Masalahnya ialah bagaimana cara kita mengkomunikasikan apa yang
dimaksudkan sehingga yang disupervisi menyadari bahwa dia harus
memperbaiki kesalahan. Yang disupervisi akan dengan senang hati melihat dan menerima bahwa ada yang
harus diperbaiki. Caranya harus secara taktis pedagogis atau
dengan perkataan
lain, memakai bahasa penerimaan
bukan
bahasa penolakan (Juliani, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Acheson, K. A & Gall, M. D. 1980. Techniques
In Clinical Supervision, Preservice and Inservice Applications. New York:
Longman.
Bolla, John. J. 1985. Supervisi Klinis. Jakarta
: Departemen P dan K, Ditjen Pendidikan Tinggi (PPLPK).
Cogan, M.L. 1973. Clinical Supervision.
Boston: Hougton Mifflin.
Fatoni, M. Altof,
2015. Hubungan Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala
Sekolah Dengan Kinerja Guru Di MTs Islamiyah
Ciputat.Jakarta Universitas Islam
Negeri Jakarta.
Glickman, C.D, 1981. Development
Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum
Development.
Juliani,
Retno
Dhojar . 2011.
Model,
Pendekatan,
Dan Teknik Supervisi Pendidikan Diperguruan Tinggi.
Majalah Ilmiah Universitas Pandanaran. Vol 10, No 22
(2012).
Mantja, W. 1990. Supervisi Pengajaran: Kasus
Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar negeri Kelompok Budaya Etnik Madura di
Kraton. Disertasi tidak diterbitkan.
Malang: Program Pascasarjana, Universitas
Negeri Malang.
Natalia. Meningkatakan Profesionalisme Guru
dalam Proses Pembelajaran Melalui Supervisi Klinis. Jurnal KANSASI Vol.5, No.2,
Oktober 2020.
Sahertian, P. A., & Mataheru, F. 1981. Prinsip
dan Teknik Supervisi Pendidikan. Usaha Nasional: Surabaya.
Sahertian, P. A. 2000. Konsep Dasar &
Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Rineka Cipta.
. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi
Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sergiovanni,
T. J., & Starratt, R. J. 2002. Supervision: a redefinition Boston:
McGraw - Hill
Suharsaputra, Uhar. 2018. Supervisi Pendidikan
Pendekatan
berbasis Kinerja. Bandung : PT
Refika Aditama.
No comments:
Post a Comment