A.
SUPERVISI SEBAGAI PENGEMBANG
PROSES PENGAJARAN
Pelaksanaan supervisi dalam
pengembangan proses pengajaran. Sergiovanni (1987)
menjelaskan bahwa pelaksanaan supervisi pengajaran lebih menekankan pada kegiatan
mengawasi kualitas
pembelajaran dan monitoring kegiatan proses pembelajaran di sekolah. Kegiatan memonitoring itu bisa dilakukan melalui kunjungan supervisor ke kelas-kelas di saat guru sedang
mengajar, percakapan
pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun
dengan sebagian anak didiknya, dan mengembangkan profesionalisme guru. Kegiatan ini lebih menekankan pada
upaya
peningkatan kualitas
guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran
di kelas.
Supervisi pengajaran,
pengawasan
bisa membantu guru mengembangkan
kemampuannya dalam memahami pengajaran, mengembangkan keterampilan
mengajarnya, dan
menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu. Teknik-teknik tersebut bukan saja
bersifat individual, melainkan juga bersifat
kelompok. Dalam supervisi
pengajaran,
pengawasan bisa mendorong
guru
menerapkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuan sendiri,
dan mendorong guru
agar mereka memiliki perhatian yang
sunguh-sunguh terhadap tugas dan tanggung jawab mereka. Dengan kata lain melalui supervisi pengajaran, supervisor bisa menumbuhkan
motivasi guru.
Prinsip-prinsip
supervisi pengajaran menurut Dharma
(2008:13) yaitu:
1. 1. Supervisi pengajaran harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan
yang harus diciptakan harus bersifat terbuka, dilandasi rasa kasih sayang
dan
saling
menghargai. Oleh
sebab itu
dalam pelaksanaan supervisi, sekolah
memiliki sifat-sifat suka membantu, memahami, terbuka, jujur, mantap,
sabar,
antusias, dan penuh
humor.
2. Supervisi pengajaran harus dilakukan secara berkesinambungan.
Supervisi
akademik
bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu
jika
ada kesempatan. Kegiatan ini bukanlah tugas yang bersifat sambilan. Hal
ini dipertegas oleh Alfonso (1981) supervisi pengajaran merupakan salah satu essensial function
dalam keseluruhan
program sekolah.
3.
Supervisi pengajaran harus berlangsung
secara demokratis. Supervisor
tidak
boleh mendominasi pelaksanaan supervisi pengajarannya. Oleh
karena itu, program supervisi
pengajaran harus direncanakan, dikembangkan,
dan
diimplementasikan secara kooperatif dan koordinatif bersama para guru,
kepala
sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya.
4. Program supervisi pengajaran harus bersifat integral terhadap
program pendidikan. Di dalam setiap
organisasi
pendidikan, terdapat bermacam
sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Alfonso (1981) membaginya
ke dalam sistem perilaku
administrasi, pengajaran, kesiswaan, pengembangan
konseling, dan supervisi
pengajaran.
5. Konsep supervisi pengajaran harus diselenggarakan secara
komperhensif. Program
supervisi
pengajaran harus mencakup keseluruhan aspek
pengembangan pengajaran, walaupun dimungkinkan adanya penekanan
aspek-aspek tertentu
sesuai hasil analisis kebutuhan pengembangan program sebelumnya. Prinsip didasarkan pada tuntutan multi tujuan supervisi pengajaran,
berupa supervisi kualitas, pengembangan profesionalisme, dan peningkatan
motivasi guru.
6. Supervisi pengajaran
harus bersifat konstruktif. Tujuannya bukanlah untuk
mencari-cari kesalahan guru. Dan sudut pandang secara positif, penilaian
kinerja berguna untuk
mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru
dalam memahami dan
memecahkan
masalah-masalah pengajaran yang dihadapi.
7. Supervisi pengajaran harus
dikerjakan secara objektif. obyektif. Dalam menyusun,
melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus
obyektif. Objektivitas
dalam penyusunan program supervisi pengajaran berarti bahwa program tersebut
harus disusun berdsarkan kebutuhan
nyata pengembangan profesionalisme guru.
Hal
yang sama berlaku bagi evaluasi keberhasilan program supervisi pengajaran. Dalam hal ini, instrumen pengukuran yang
memiliki validitas dan reliabilitas tinggi sangat
diperlukan untuk mengukur
tingat kemampuan guru dalam
mengelola proses pembelajaran.
Seperti yang dinyatakan, sebuah program supervisi pengajaran yang baik dan
dilaksanakan secara terencana dengan alat ukur yang sesuai akan memberikan konstribusi yang signifikan
dalam pencapaian kualitas kinerja
guru
menurut
kinerja profesionalisme. Sejalan dengan kebijakan dan program baru di bidang
pendidikan yang di tempuh
oleh pemerintah, kata kunci yang
dipergunakan untuk mengukur kualitas kinerja guru adalah kompetensi guru.
Kompetensi mempunyai rumusan yang
berbeda walaupun subtansi dan esensinya
sama.
Pemerintah telah menuangkan rumus kompetensi guru dalam
UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi Perintisan Pembentukan Badan
Akreditasi dan Sertifikasi Mengajar di daerah. Kebijakan menetapkan Undang-undang
ini merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut Direktorat Jenderal Pendidikan
Menengah menetapkan suatu standarisasi untuk kompetensi seorang guru.
B.
STANDARISASI KOMPETENSI
GURU
Standarisasi kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang
guru
dalam menguasai seperangkat kemampuan agar
berkelayakan
menduduki jabatan fungsional guru, sesuai bidang tugas dan jenjang pendidikan tertentu. Persyaratan yang
dimaksud adalah penguasan proses pembelajaran dan
penguasaan pengetahuan. Standarisasi
kompetensi
guru bertujuan untuk:
1. Memformulasikan
peta kemampuan guru secara nasional yang
diperuntukan bagi perumusan kebijakan program pengembangan dan peningkatan
tenaga
kependidikan,
khususnya guru.
2. Memformulasikan
peta kebutuhan supervisi dan
peningkatan
mutu guru sebagai dasar bagi pelaksanaan
peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan diklat-diklat tenaga kependidikan yang sesuai dengan
kebutuhan.
3. Menumbuhkan
kreativitas guru yang bermutu, inovatif, terampil mandiri, dan bertnggungjawab, yang
dijadikan dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan yang profesional khususnya pendidik.
C.
STRUKTUR STANDARISASI
Sruktur standarisasi memiliki dua unsur penting yang harus dimiliki guru.
Kedua unsur tersebut adalah prasyarat atau potensi kepriadian dan unsur
penguasaan seperangkat kompetensi yang meliputi keterampilan proses dan
penguasaan pengetahuan. Kedua unsur
tersebut dikolaborasikan dalam bentuk
kesatuan yang
utuh dan membentuk struktur kemampuan yang harus dimiliki. Uraian
dari kedua unsur tersebut diberikan
dibawah ini:
1.Potensi Kepribadian (Prasyarat)
Kepribadian menurut Allport ( dalam Barrick
& Ryan, 2003) didefinisikan sebagai suatu organisasi yang dinamik dalam
diri individu yang merupakan sistem psikopysikal dan hal tersebut menentukan
penyesuaian diri individu secara unik terhadap lingkungan. Ini menekankan pada
atribut eksternal seperti peran individu dalam lingkungan sosial, penampilan
individu, dan reaksi individu terhadap orang lain. Sementara itu, (Pervin &
John, 2001) mendefinisikan kepribadian sebagai karakteristik dari seseorang
sebagai hasil dari pola yang konsisten dalam berasa, berpikir dan berperilaku.
Feist & Feist (1998) mendefinisikan kepribadian sebagai sebuah pola yang
relatif menetap, trait, disposisi atau karakteristik di dalam individu yang
memberikan beberapa ukuran yang konsisten tentang perilaku.
Potensi kepribadian
merupakan
prasyarat yang harus dimiliki seorang guru dalam
melaksanakan profesinya. Potensi tersebut adalah
potensi kepribadian
interpersonal
dan intrapersonal.
2. Kompetensi
Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru
searah dengan
kebutuhan, pendidikan di sekolah
(kurikulum). Tuntutan masyarakat,
dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kompetensi
yang dimaksud meliputi kompetensi keterampilan proses dan penguasaan
pengetahuan. Secara general,
kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill),
atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui
perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan
dievaluasi. Dengan demikian, kompetensi tidak berhubungan secara langsung
dengan kemampuan intelektual (IQ) tetapi lebih banyak terkait dengan perilaku (behavior).
Kompetensi proses pembelajaran merupakan penguasaan terhadap kemampuan
yang berkaitan dengan proses interaksi antar pendidik dengan peserta
didik yang
melibatkan komponen lainnya. Kompetensi ini mencakup pemahaman
terhadap wawasan pendidikan, pengembangan diri dan profesi pengembangan potensi peserta didik, dan
penguasaan
akademik.
Fungsi dari supervisi profesional
guru adalah untuk
menciptakan iklim yang mampu mendorong terjadinya
inovasi
dan perubahan dalam
sistem sekolah
untuk menuju pada kondisi
yang lebih
baik. Supervisi profesional berfungsi untuk
menata seluruh komponen
sistem pendidikan agar
memberikan kontribusi bagi pencapaian
tujuan yang digariskan.
Kesimpulan bahwa supervisi profesional guru tidak berfokus hanya pada
masalah kemampuan
profesional
tetapi juga
berusaha
untuk
memperbaiki
seluruh komponen yang
terlibat dan terkait dalam
kegiatan
pengajaran. Jadi
supervisi profesional
guru berperan untuk meningkatkan
kompetensi guru, melengkapi
sarana, memberikan fasilitas,
mengembangkan kurikulum memberikan reward yang
sesuai, dan menata lingkungan baik fisik maupun non
fisik. Kerangka dasar
untuk
meningkatkan kualitas pendidikan adalah seagai
berikut:
a) Guru yang profesional.
b) Sekolah sebagai
organisasi
belajar.
c) Sumber daya pendidikan yang kondusif.
Ketiga komponen di atas adalah unsur yang dapat mempercepat terjadinya peningkatan kualitas pendidikan secara simultan.
D.
OBSERVASI KELAS
Observasi kelas merupakan pengamatan proses
pembelajaran secara teliti di kelas. Observasi kelas secara sederhana bisa
diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang nampak. Observasi
kelas adalah teknik observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses
pembelajaran yang sedang berlangsung.Tujuannya adalah untuk memperoleh data
obyektif aspek-aspek situasi pembelajaran, kesulitan-kesulitan guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran.
Observasi kelas yang dilakukan oleh pengawas terhadap guru biasanya
merupakan kegiatan yang
rutin dan berdampak sangat baik minimal terhadap
kehadiran guru di dalam kelas. Mulai dari
situasi kelas
sampai gaya cara guru
mengajar dapat di observasi oleh pengawas secara biak. Informasi yang
di dapatkan sangat posesif untuk umpan
balik supervisi profesional selanjutnya.
Aspek-aspek yang diobservasi di dalam kelas
Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi (Prasojo dan Sudiyono, 2011) adalah:
1) usaha-usaha dan aktivitas guru dalam proses pembelajaran, 2) cara
menggunakan media pengajaran 3) variasi metode, 4) ketepatan penggunaan media
dengan materi 5) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan 6) reaksi
mental para siswa dalam proses belajar mengajar
E.
EVALUASI
PROSES PEMBELAJARAN
Secara umum ada dua macam evaluasi yang kita kenal, yakni evaluasi hasil
belajar dan evaluasi pembelajaran. Evaluasi hasil pembelajaran disebut juga evaluasi substantive atau populer
dengan sebutan tes dari pengukuran hasil
belajar. Sedangkan evaluasi proses pembelajaran yang oleh beberapa ahli ada
pula yang menyebutkan
sebagai evaluasi diagnostic
atau juga evaluasi
manajerial.
Evaluasi diagnostik merupakan salah satu fungsi
evaluasi yang memerlukan prosedur dan kompetensi yang lebih tinggi dari para
guru sebagai evaluator pembelajaran. Evaluasi diagnostik, merupakan evaluasi
yang memiliki penekanan khusus pada penyembuhan kesulitan belajar siswa yang
tidak terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk
evaluasi formatif oleh guru. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan guru
menemukan semua kendala-kendala, seberapa banyak siswa yang bermasalah dalam
belajarnya, dan mengetahui berapa banyak siswa yang memiliki masalah belajar
yang sama.
1. Tahap evaluasi
Belum ada satu
jenis
evaluasi
proses pembelajaran
yang cocok
untuk segala situasi dan kebutuhan.
Tapi secara umum, paling tidak ada beberapa
tahapan akhir yang hampir selalu dilalui dalam evaluasi proses pembelajaran yaitu:
a. Penentuan tujuan evaluasi.
b. Desain
evaluasi.
c. Pengembangan instrument.
d. Kalibrasi instrument
evaluasi
proses pembelajaran.
e. Pengumpulan data (menggunakan instrument valid)
f. Analisis data.
g. Interprestasi
data.
h. Tindak lanjut hasil evaluasi.
2. Tahap Penentuan Tujuan Evaluasi
Proses Pembelajaran
Pada tahap pertama ini
semua tujuan evaluasi ditentukan.
Proses ini sangat
penting sebab tahap inilah yang akan sangat menentukan pada evaluasi. Tujuan harus
dijabarkan dalam bahasa
dan langkah operasional sehingga
mudah dipahami dilaksanakan dan diukur,
misalnya bagaimana
penilaian
peserta
didik terhadap kemampuan pendidik dalam hal
menyelenggarakan
prose pembelajaran? Bagaimana penilaian peserta didik tentang
kesesuaian
penggunaan media pembelajaran?
Bagaimana keefektifan metode
cooperative learning yang
telah digunakan dalam tiga minggu tatap muka? Masalah apa yang
muncul dalam kegiatan praktik kerja lapangan? Apakah
metode conservative learning yang selama ini digunakan sudah sesuai? Pertanyaan
inilah yang perlu dijawab dengan
analisis yang cermat.
3. Tahap Desain Evaluasi Proses Pembelajaran
Tahap berikutnya
adalah
perencanaan (desain)
evaluasi disusun.
Pada
tahap ini pokok-pokok yang
perlu dipertimbangkan masuk dalam perencanaan adalah:
a. Judul evaluasi proses pembelajaran.
b. Pendekatan/desain evaluasi.
c. Waktu.
d. Variabel.
e. Menentukan dimensi dan indikatir.
f. Model/teknik pengumpula data
1.Model.
2.Skala
3.Unit analisis
4.Sumber data.
g. Kalibrasi instrument
1. Sumber untuk face dan
logical
validity.
2. Teknik construct
validity
3. Untuk
menentukan indeks reliability
4. Tahap Pengembangan Instrument Evaluasi
Proses
Pembelajaran
Tahap selanjutnya adalah membuat instrument (alat ukur) ada beberapa teknik
untuk mengembangkan instrument, antara lain angket/kuesioner, interview, observasi, review dokumen dan multi comparative. Kursioner dan interview pada dasarnya sama.
Kedua istilah
ini digunakan hanya
untuk membedakan bahwa pertanyaannya dalam kuersioner cenderung tertutup dan tersetruktur, sedangkan pertanyaan-pertanyaan dalam
interview cenderung terbuka dan flaksibel (walaupun
interview yang sangat terstruktur, dank arena itu tidak fleksibel juga ada). Observasi atau
pengamatan sudah cukup populer, sedangkan interview
dokumen adalah cara menggali informasi dengan jalan
meneliti berbagai dokumen
(kurikulum, buku teks, rencana mengajar, peraturan-peraturan
(tertulis,dsd). Muliti comparison, digunakan apabila objek yang akan
disikapi lebih dari
1 sumber data jumlahnya banyak.
Instrument dapat dibuat dengan wujud yang sangat sederhana dapat juga sangat rumit dan rinci. Seorang pendidik misalnya, hanya membutuhkan selembar kertas kecil untuk mendaftar beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada peserta didik. Sedikit lebih rumit dari itu, seorang pendidik lain mungkin membuat seperangkat kuersioner yang hanya terdiri dari lima bab pertanyaan. Jika butir instrument didesain dengan baik, pendidik tersebut akan mendapatkan input atau umpan balik yang konseptual. Pada tahap ini guru dan pengawas sudah harus mulai mengidentifikasi berbagai pertanyaan-pertanyaan, dimensi, dan indikator. Perlu juga diperhatikan berbagai pertanyaan tersebut harus sesuai dengan jenis/model teknik pengumpulan data, dan skala data.
F. PENGARUH SUPERVISI TERHADAP RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH
Rencana
pengembangan
sekolah merupakan rencana yang
komperhensif untuk
mengoptimalkan pemanfaatan segala sumber daya yang
ada dan yang
mungkin diperoleh guna mencapai tujuan yang diinginkan di masa datang. Rencana pengembangan sekolah harus berorientasi ke
depan dan secara jelas
bagaimana
menjembatani antara kondisi saat ini dan harapan yang ingin di capai
di masa depan.
Rencana pengembangan sekolah merupakan rencana yang secara
komperhensif memperhatikan peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal, memperhatikan kekuatan dan
kelemahan internal, dan kemudian
mencari dan
menemukan strategi dan program-program untuk memanfaatkan
peluang dan kekuatan
yang dimiliki,
mengatasi tantangan
dan
kelemahan yang
ada guna mencapai
visi
yang diinginkan.
Dengan demikian dalam rencana pengembangan sekolah harus tergambar secara jelas:
1. Visi sekolah yang menunjukan gambaran sekolah di masa datang
(jangka panjang) yang diinginkan.
2. Misi sekolah yang merupakan tindakan/upaya untuk mewudjudkan
visi sekolah yang telah
di tetapkan
sebelumnya.
3. Tujuan pengembangan sekolah yang merupakan apa yang ingin dicapai dalam
upaya
pengembangan sekolah
pada
kurun waktu
menengah,
misalnya 3-6 tahun.
4. Tantangan
nyata, yaitu
kesenjangan
dan tujuan yang diinginkan
dari kondisi sekolah saat ini. Dengan demikian tantangan nyata
itulah yang
sebenarnya harus diatasi oleh
sekolah.
5. Sasaran pengembangan sekolah yaitu apa yang diinginkan
sekolah untuk jangka pendek
misalnya untuk satu
tahun.
6. Identifikasi fungsi-fungsi yang berperan penting dalam pencapaian sasaran
tersebut.
7. Analisis
SWOT terhadap fungsi-fungsi tersebut,
sehingga
ditemukan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari setiap fungsi yang telah
diidentifikasi
sebelumnya.
8. Identifikasi
alternativ
langkah untuk
mengatasi kelemahan dan ancaman dengan memanfaatkan
kekuatan dan
peluang yang
dimiliki sekolah.
9. Rencana dan program sekolah
yang dikembangkan dan alternativ yang terpilih, guna mencapai sasaran yang ditetapkan.
Dalam mencapai
rencana
pengembangan
sekolah harus melibatkan berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholder),misalnya guru,siswa,
pengusaha/karyawan,
orang tua siswa, tokoh
masyarakat
yang memiliki
perhatian kepada sekolah. Dengan cara itulah
diharapkan rencana pengembangan
sekolah menjadi miliki semua warga sekolah dan
pihak lain yang terkait. Pelibatan tersebut tentu saja
sesuai dengan kemampuan
masing-masing, semua orang dilibatkan sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya. Yang penting dijaga adalah rasa terwakili
dalam proses penyusunan
dan rasa
memiliki terhadap hasil. Seluruh warga
sekolah harus merasa ikut menentukan dalam
proses penyusunan renstra, sehingga merasa ikut memiliki renstra
tersebut, dan
jadi akhirnya merasa wajib untuk
melaksanakannya. Rencana pengembangan sekolah
sebenarnya secara
komperhensif mencakup
harapan
jangka panjang yang ditunjukan oleh visi sekolah, harapan jangkah menengah yang
ditunjukan
oleh tujuan sekolah dan
sasaran jangka pendek sekaligus bagaimana mencapai
sasaran tersebut.
Jika
tahapan tersebut dilakukan secara
konsisten maka ketercapaian sasaran demi sasaran pada
akhirnya akan berakumulasi menjadi ketercapaian
tujuan
dan
program tahunan sekolah, yang umumnya
disebut dengan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah), jadi RAPBS adalah anggran untuk mencapai
suasana yang telah di tetapkan.
Tahapan penyusuna rencana pengembangan sekolah yang disebutkan sebagai apa yang harus tergambar di dalamnya tersebut di atas, harus dilakukan secara berurutan dan di bawa supervisi dan supervisor.
Setiap tahap memerlukan, tahapan sebelumnya sebagai dasar juga disepakati dengan kebutuhan
sekolah, pemecahan
masalah dan dipilih alternative yang baik.
G.
MERUMUSKAN VISI SEKOLAH
Visi adalah imajinasi yang menggambarkan kondisi sekolah di masa yang akan datang. Imajinasi
ke depan seperti sekolah yang bermutu bagus, diminati
masyarakat, memiliki jumlah guru yang cukup dengan fasilitas yang cukup dan
kualitas yang baik. Beberapa tantangan yang harus diperhatikan dalam
merumuskan visi sekolah (Juhri. 2018). yaitu:
1. Perkembangan iptek yang begitu cepat.
2. Era global akan menyebabkan arus lalu lintas tenaga kerja sangat mudah sehingga banyak
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
3. Era informasi akan mempermudah
siswa mencari informasi sehingga guru
bukan satu-satunya sumber informasi.
4. Era global berpengaruh terhadap moral manusia sehingga penanaman budi
pekerti
harus ditekankan.
5. Kesadaran
orangtua
akan pentingnta Pendidikan yang
bermutu
sehingga sekolah
dengan
kualitas yang buruk
akan tersingkirkan.
6. Di era AFTA penggunaan bahasa Inggris akan sangat berguna dalam dunia kerja.
7. Di era AFTA akan ada pembukaan cabang sekolah luar negeri di Indonesia
8. Kesadaran masyarakat akan pentingnya multiple intelligence
Sekolah sebagai organisasi
Pendidikan
sudah saatnya menerapkan system TQM
dalam disiplin organisasinya dengan
pendapat
Van Den
Linde. Visi sekolah
harus mempertimbangkan potensi yang dimiliki sekolah dan harapan
masyarakat untuk sekolah
itu. Visi harus tinggi dan
dicapai dengan cara yang
sungguh-sungguh. Sekolah pada
dasarnya membantu siswa dalam mengembangkan diri, sehingga siswa lah yang mewujudkan visi
sekolah.
Sekolah
disebut juga stakeholder (kelompok kepentingan),
guru,
karyawan,
orangtua, siswa, masyarakat, dan
pemerintah adalah pihak
yang berkepentingan dengan sekolah (Juhri,
2018). Rumusan visi yang baik seharusnya memberikan isyarat:
1. Berorientasi
ke masa depan, untuk jangka waktu yang lama.
2. Menunjukkan
keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuai dengan norma
dan harapan masyarakat.
3. Mencerminkan standar
keunggulan dan
cita-cita yang
akan
dicapai.
4. Mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat
dan komitmen warga.
5. Mampu menjadi dasar dan pengembangan sekolah ke arah yang lebih baik.
6. Menjadi dasar
perumusan misi
dan tujuan sekolah.
Visi yang
dirumuskan dengan kalimat filosofis
harus dirumuskan indikatornya.
Contoh visi unggul prestasi
berdasarkan
iman
dan taqwa memiliki indikator
(Juhri. 2018 : 56):
1. Unggul dalam peningkatan
skor (UN).
2. Unggul dalam berbagai
lomba karya ilmiah remaja.
3. Unggul dalam kegiatan
keagamaan.
4. Unggul dalam prestasi
olahraga.
5. Unggul dalam prestasi
kesenian.
6. Memiliki lingkungan sekolah yang nyaman
dan
kondusif untuk belajar.
7. Mendapatkan
kepercayaan
dari masyarakat
H.
MENYUSUN MISI SEKOLAH
Misi adalah
upaya untuk
mewujudkan visi. Misi merupakan
penjabaran
dari
visi dalam bentuk rumusan
tugas, kewajiban,
dan
rancangan tindakan yang
dijadikan
arahan
untuk mewujudkan visi. Contoh misi sekolah:
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara
efektif, sehingga setiap
siswa dapat berkembang secara
optimal, sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
2. Menumbuhkan
semangat keunggulan secara
intensif kepada seluruh warga sekolah.
3. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat
dikembangkan secara lebih optimal.
4. Menumbuhkan
penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya bangsa, sehingga menjadi sumber kearifan dalam
bertindak.
5. Menerapkan menejemen partisipasi
dengan
melibatkan
seluruh warga sekolah
dan komite sekolah (Juhri.
2018 : 57).
I.
Merumuskan Tujuan Sekolah
Visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang
sangat panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka
waktu menengah. Tujuan adalah tahapan untuk mewujudkan
visi
sekolah. Tantangan nyata
sebenarnya merupakan
(kesenjangan) antara tujuan yang akan dicapai sekolah dengan kondisi
sekolah saat ini. Misalnya sebuah sekolah yang
berada pada lingkungan masyarakat yang sosial ekonomi
sangat bagus, namun anggaran dari
pemetintah belum bagus,
maka merumuskan strategi untuk mencapai tujuan sekolah
adalah
menggalang
partisipasi orangtua
dan masyarakat.
Strategi
harus memperhatikan
hasil evaluasi diri atau profil sekolah.
Rencana
tahunan merupakan penjabaran tujuan sekolah
yang telah
dirumuskan berdasarkan kesenjangan yang terjadi antara kondisi sekolah saat ini
dengan tujuan sekolah
untuk 4 sampai 6 tahun
ke depan. Setiap sekolah harus memiliki
visi, misi, dan tujuan
sekolah sebelum
merumuskan sasarannya. Sasaran bisa disebut
juga tujuan jangka pendek atau tujuan situasional sekolah. Sasaran merupakan tahapan untuk
mencapai tujuan sekolah.
Misalnya sekolah
merencanakan 5 aspek tujuan. Maka
sekolah harus menyusun prioritas, apakah 5
aspek tersebut akan digarap pada
tahun pertama atau tahun-tahun berikutnya
(Juhri. 2018 : 59).
Langkah ini dilakukan untuk melakukan analisis SWOT. Misalnya
untuk meningkatkan skor (GSA) adalah fungsi proses belajar. Apabila
sekolah keliru dalam menetapkan
fungsi-fungsi dan tidak sesuai dengan ssasarannya,
maka analisis
yang
diperoleh akan
menyimpang dan
tidak
dapat melakukan pemecahan masalah.
L. Melakukan Analisis SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dan keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor
dalam setiap fungsi baik internal maupun
eksternal. Untuk
tingkat kesiapan yang
memadai, minimal memenuhi kriteria kesiapan
yang diperlukan untuk mencapai sasaran,
dinyatakan
sebagai kekuatan bagi factor internal atau peluang bagi factor eksternal. Untuk tingkat kesiapan yang kurang memadai memenuhi kriteria kesiapan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan
bagi factor
internal atau ancaman
bagi factor eksternal. Setelah
diketahui tingkat
analisis SWOT
1 langkah
selanjutnya adalah
memilih langkah-langkah pencerahan persoalan, yakni tindakan yang
diperlukan untuk mengubah fungsi yang
tidak siap menjadi fungsi yang siap dan
mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan
siap (Juhri. 2018).
M. Perubahan kurikulum dalam pembelajaran
Keterpurukan dalam mutu Pendidikan tanah air terjadi karena
adanya system kekuasaan dalam mengambil keputusan. Kepala sekolah
dan guru-guru yang paling mengetahui keadaan Pendidikan seharusnya berperan dalam pengambilan
keputusan. Ironisnya kepala sekolah dan guru-guru berada
dalam situasi yang dikendalikan
dan merasa tertekan
Kekuasaan
birokrasi yang menjadi factor
penyebab
dari menurunnya
semangat berpartisipasi masyarakat
dalam Pendidikan
yang ada di
sekolah. Dulu, sekolah
sepenuhnya
milik masyarakat. Pada
waktu itu pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui
pemberian
subsidi bantuan
bagi
sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang
mampu. Supervisi bergerak dari berbentuk inspeksi dimana otoritas lebih didominasi oleh supervisor, berkembang dalam bentuk kolaborasi antara supervisor dan guru
bersama berinisiatif dan bertanggungjawab dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran, serta menumbuhkan budaya belajar
pada guru untuk selalu
meningkatkan kompetensinya (Subandi,
2013).
Keluarnya inpres nomor
10/1973 membuat pemerintah mengambil alih kepemilikan
sekolahyang
tadinya dimiliki masyarakat menjadi milik
pemerintah sepenuhnya dan dikelola sepenuhnya secara birokratik sentralistik. Pergeseran
paradigma
pengelolaan Pendidikan sekolah menengah telah tercermin
dalam visi pembangunan Pendidikan nasional yang
tercantum
dalam GBHN
(1999) mewujudkan
system dan iklim Pendidikan
nasional yang
demokrasi dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang
berakhlak mulia, kreatif inovatif berwawasan kebangsaan, cerdas, bertanggung jawab, sehat, disiplin,
terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kepala sekolah dan guru-guru harus
dikembangkan kemampuannya dalam melakukan analisis agar semakin peka terhadap perkembangan iptek dan memahami
dengan cepat cara-cara pemecahan masalah Pendidikan di sekolahnya
masing-masing (Juhri, 2018). Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.‘ (HR. Ibnu
Majah).
DAFTAR
PUSTAKA
Alfonso, RJ., et.al. 1981. Instructional Supervision, A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Barrick,M.R. & Ryan,A.M.
2003. Personality and work : Reconsidering the role of personality in
organization. San Farnsisco : Jossey-Bass.
Dharma, Surya. 2008. Metode dan Teknik
Supervisi. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.
Feist,J. & Fesit,G.J.
1998. Theories of Personality. Fourth edition. New York : McGraw Hill Company.
Juhri.
2018. Supervisi Pendidikan.
Lampung. CV. Laduny Alifatama.
Pervin,L.A & John,O.P.
2001. Personality; Theory and Reasearch. 8 ed. New York : John Wiley &
Sons, Inc.
Prasojo, Lantip Diyat dan Sudiyono. 2011. Supervisi
Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media.
Sergiovanni, T.J. 1987. The Principalship, A
Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.
Subandi,
A. 2013. Supervisi
Pendidikan untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru Berkelanjutan. Pedagogik: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 13 (2), 1-9
No comments:
Post a Comment