Profil

My photo
Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Nama saya Afri Mardicko, dosen di Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Saya putra asli Minang dan Jawa. Suku Minang saya adalah Caniago solok.

Wednesday, November 20, 2019

Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum


A.       Pengertian Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa latin yang berarti  “jalur pacu”, dan secara tradisional, kurikulum sekolah disajikan seperti ibarat jalan bagi kebanyakan orang (Zais dalam Dimyati dan Mudjiono, 264:1999). Zais (dalam Dimyati dan Mudjiono, 264:1999) juga mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yaitu (i) kurikulum sebagai program pembelajaran, (ii) kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (iv) kurikulum sebagai pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah, (v) kurikulum sebagai suatu rencana (tertulis) untuk dilaksanakan.
Dimyati dan Mudjiono (264:1999) mengungkapkan beberapa konsep-konsep kurikulum:
  1. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah
Kurikulum merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal. Tidak ada pendidikan formal tanpa ada kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang-jenjang pendidikan yang berakhir dengan menerima ijazah atau  Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Para pendidik professional juga memandang “curriculum as the relatively standardized ground covered by student in their race toward the finish line (a diploma)”. (Zais, dalam Dimyati dan Mudjiono, 264:1999). Jadi kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi yang harus dilalui dan diselesaikan untuk memperoleh ijazah.
  1. Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran
Banyak orang yang ditanya tentang isi kurikulum akan menjawab adalah PKn, Matematika B. Indonesia, dan yang lainnya. Jawaban tentang kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang masih terbaca dan terdengar.   Seperti yang diungkapkan Zais (dalam Dimyati dan Mudjiono, 265:1999), orang sering menyebut bahwa isi pelajaran tertentu dalam program dikatakan kurikulum. Dengan demikian tidak mengejutkan apabila ada orang yang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
  1. Kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran
Defenisi kurikulum yang dikemukakan oleh Winecoff (dalam Dimyati dan Mudjiono, 266:1999), secara jelas mendefinisikan kurikulum sebagai satu rencana yang dikembangkan untuk mendukung prose mengajar/ belajar di dalam arahan sekolah, akademi, atau universitas dan para anggota stafnya.
  1. Kurikulum sebagai hasil belajar
Popham dan Baker (dalam Dimyati dan Mudjiono, 266:1999) mengemukakan bahwa semua rencana hasil belajar (learning outcomes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini mengubah pandangan penanggung jawab sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan.
  1. Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Dari empat komsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalaman belajar. Foshay (dalam Dimyati dan Mudjiono, 266:1999) mengamati bahwa sejak sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum didefinisikan sebagai “semua pengalaman seorang siswa yang diberikan di bawah bimbingan sekolah”.
Kelima konsep tentang kurikulum, yakni: (i) kurikulum sebagai jalan meraih ijazah, (ii) kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (iv) kurikulum sebagai sebagai hasil belajar, dan (v) kurikulum sebagai pengalaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya. Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan acuannya.

B.  LandasanPengembangan Kurikulum
Agar pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengebangan kurikulum diperlukan-landasan pengembangan kurikulum. Landasan-landasan pengembangan kurikulum menurut Dimyati dan Mudjiono(269:1999):
1.      Landasan Filosofis
Raka Joni (dalam Dimyati dan Mudjiono, 269:1999) Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya).  Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Filsafat boleh jadi didefenisikan sebagai suatu studi tentang: hakikat realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, nilai kebaikan, hakikat keindahan dan hakikat pikiran (Winecoff dalam Dimyati dan Mudjiono, 269:1999). Oleh karena itu, landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realisitis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan berbeda dengan sistem pendidikan lainnya. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga lainnya.
2.      Landasan Sosial-Budaya –Agama
Realitas sosial-budaya-agama yang ada di dalam masyarakat merupakan bahan kajian dalam pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Kebersamaan individu-individu dalam masyarakat diikat  dan terikat oleh nilai-nilai individu yang menjadi pegangan hidup dalam interaksi diantara mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihormati oleh individu-invidu dalam masyarakat tersebut, mencangkup nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh karena itu nilai agama berhubungan dengan kepercayaan, biasanya bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepercayaannya (Raka Joni dalam Dimyati dan Mudjiono, 266:1999). Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan dan/atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial-budaya bersifat lebih bersifat sementara bila dibandingkan nilai-nilai keagamaan.
3.      Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
Nana Sy (dalam Dimyati dan Mudjiono, 271:1999) mengemukakan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi/materi pendidikan. Secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
4.      Landasan Kebutuhan Masyarakat
Raka Joni (dalam Dimyati dan Mudjiono, 271:1999) mengemukakan bahwa masyarakat modern dan masyarakat tradisional berbeda, juga masyarakat perkotaan berbeda dengan masyarakat pedesaan. Perbedaan ini disebabkan oleh kualitas-kualitas dari masing-masing individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis.
5.      Landasan Perkembangan Masyarakat
Salah satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkinpada masyarakt tertentu perkembangannya sangat lambat, namun masrakat lainnya cepat bahkan sangat cepat (Nana dalam Dimyati dan Mudjiono, 272:1999). Untuk menciptakan proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyatrakat maka diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.

C.  Komponen Kurikulum
Dimyati dan Mudjiono (273:1999) menguraikan beberapa komponen-komponen kurikulum:
1.   Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan (dalam Zais dalam Dimyati dan Mudjiono, 274:1999).
2.   Materi/pengalaman belajar
Hal yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais dalam Dimyati dan Mudjiono, 276:1999)
3.   Organisasi
Taba (dalam Dimyati dan Mudjiono, 276:1999) Kurikulum merupakan suatu rencana i untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan.
4.   Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais dalam Dimyati dan Mudjiono, 277:1999). Evaluasi ditujukan untuk melakukan evalusi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran.

Empat komponen kurikulum yang saling terkait satu dengan yang lain, guru terlibat dan berperan dalam menyelaraskan empat komponen kurikulum tersebut. Keselarasan antara empat komponen kurikulum tersebut akan dapat dihasilkan melalui pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

Monday, November 18, 2019

Macam-macam Komponen Pembelajaran


Di dalam pembelajaran, terdapat komponen-komponen yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yaitu :
1. Kurikulum
2. Guru
3. Siswa
4. Metode Pembelajaran
5. Materi Pembelajaran
6. Alat Pembelajaran (Media)
7. Evaluasi

Sunday, November 17, 2019

Komponen Pembelajaran


Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan IPTEK. Pembelajaran sama artinya dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen pembelajaran tersebut meliputi: kurikulum, tujuan, guru, siswa, materi, metode, media dan evaluasi. Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran/pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum. 
Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen pembelajaran adalah kumpulan dari beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting dalam proses pembelajaran.


Prinsip Belajar

Prinsip belajar dikaji dari ranah pembelajaran,mencangkup prinsip belajar kognitif, prinsip belajar afektif dan prinsip belajar psikomotorik.
A.    Prinsip Belajar Kognitif
Beberapa hal berikut yang sangat penting di perhatikan dalam proses pembelajaran kognitif:
1.  Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkunagn yang relevan sebelum proses belajar kognitif terjadi.
2. Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada.
3.   Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif.
4.      Pengalaman belajar harus diorganisasikan ke dalam satuan-satuan atau unit-unit yang sesuai.
5.  Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dalam konsep amatlah penting. Perilaku mencari, penerapan, pendefenisian resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna.
6.   Dalam pemecahan masalah, para siswa harus dibantu untuk mendefenisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan berpikir yang multy dimensional (divergent thinking)

B.     Prinsip Belajar Afektif
Pembelajaran afektif dapat dilaksanakan dengan baik dalam upaya mencapai hasil belajar yang diharapkan bilamana guru memperhatikan beberapa hal berikut:
1.  Sikap dan nilai tidak hanya diperoleh dari proses pembelajaran langsung, akan tetapi sering diperoleh melalui proses identifikasi dari orang lain.
2.   Sikap lebih mudah dibentuk karena pengalaman yang menyenangkan.
3.   Nilai-nilai yang ada pada diri individu dipengaruhi oleh standar perilaku kelompok.
4.  Bagaimana parsa siswa menyesuaikan diri dan member reaksi terhadap situasi akan member dampak dan pengaruh terhadap proses belajar afektif.
5.   Dalam banyak kesempatan nilai-nilai penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan tetap melekat sepanjang hayat.
6.    Proses belajar di sekolah dan kesehatan mental memiliki hubungan yang erat.
7.  Model interaksi guru dan siswa yang positif dalam proses pembelajaran di kelas, dapat memberikan kontribusi bagi tumbuhnya sikap positif di kalangan siswa.
8.  Para siswa dapat dibantu agar lebih matang dengan cara memberikan dorongan bagi mereka untuk lebih mengenal dan memahami sikap, peranan serta emosi.

C.     Prinsip Belajar Psikomotorik
Terdapat beberapa hal penting yang perlu diketahui guru berkenaan dengan pembelajaran psikomotorik:
1. Perkembangan psikomotorik anak, sebagian berlangsung secara beraturan, dan sebagian diantaranya tidak beraturan.
2. Di dalam tugas suatu kelompok akan menunjukkan variasi kemampuan dasar psikomotorik.
3.      Struktur ragawi dan sistem syaraf individu membantu menentukan taraf keterampilan psikomotorik.
4.      Melalui aktifitas bermain dan aktifitas informal lainnya para siswa akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya secara lebih baik.engan kematangan fisik dan mental, kemampuan belajar untuk memandukan dan memperluas gerakannya secara lebih baik.
5.      Seirama dengan kematangan fisik dan mental, kemampuan belajar untuk memadukan dan memperluas gerakan motorik akan lebih diperkuat.
6.  Faktor-faktor lingkungan memberikan pengaruh terhadap bentuk dan cakupan penampilan psikomotor individu.
7.  Penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif siswa dapat menambah efesiensi belajar psikomotorik.
8. Latihan yang cukup yang diberikan dalam rentang waktu tertentu dapat  danmemperkuat proses belajar psikomotorik.
9. Tugas-tugas psikomotorik yang terlalu sukar bagi siswa dapat menimbulkan keputusasaan dan kelelahan yang lebih cepat 

Prinsip Perbedaan Individu

Sebelum guru menetukan strategi pembelajaran, metode dan teknik-teknik evaluasi yang akan digunakan, maka guru terlebih dahulu dituntut untuk memahami karakteristik siswa dengan baik. Killen (dalam Aunurrohman, 2010:131) menyatakan hal ini dikarenakan dari hasil riset menunjukkan bahwa keberagaman faktor seperti sikap siswa, kemampuan dan gaya belajar, pengetahuan serta kemampuannya dan konteks pembelajaran merupakan komponen yang memberikan dampak sangat penting terhadap apa yang sesungguhnya harus siswa-siswa pelajari.

Pengenalan terhadap siswa dalam interaksi belajar mengajar, merupakan faktor yang sangat mendasar dan penting yang dilakukan oleh setiap guru agar proses pembelajaran yang dilakukan dapat menyentuh kepentingan siswa, minat-minat mereka, kemampuan serta berbagai karakteristik lain yang terdapat pada siswa, dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kebutuhan-kebutuhan mereka menggambarkan keragaman intelegensial, kemampuan maupun ketidakmampuan (Parkey, dalamAunurrohman, 2010:131). Bagi anak-anak yang memiliki kualitas intelegensi yang baik dan berada dalam tahap atau masa perkembangan tertentu memiliki sejumlah kebutuhan yang berbeda dengan anak-anak yang tergolong memiliki kualitas intelegensi yang rendah walaupun sama-sama berada pada tahap perkembangan tertentu.
Dalam pandangan DePorter & Hernacki (dalam Aunurrohman, 2010:131) terdapat tiga karakteristik atau modalitas belajar siswa yang perlu diketahui oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran yaitu:
1. Orang-orang visual, yang seringkali ditandai suka mencoret-coret ketika berbicara  telpon, berbicara dengan cepat, lebih suka melihat peta dari pada mendengar penjelasan.
2.  Orang-orang yang auditorial, yang sering ditandai suka berbicara sendiri, lebih suka mendengarkan ceramah atau seminar dari pada membaca buku, lebih suka berbicara dari pada menulis.
3.  Orang-orang yang kinestik, yang sering ditandai berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, banyak menggerakkan anggota tubuh ketika berbicara, sulit untuk duduk dan diam.

Michael Grinder, pengarang Righting the education Conveyor Belt (Aunurrohman, 2010:132), telah mengajar gaya-gaya belajar dan mengajar kepada banyak instruktur. Ia mencatat bahwa setiap kelompok yang terdiri dari tiga puluh siswa, sekitar dua puluh dua orang mampu belajar secara cukup efesien dengan cara visual, auditorial dan kinestik sehingga mereka tidak membutuhkan perhatian khusus. Dari sisa delapan orang, sekitar enam orang memilih satu modalitas dengan sangat menonjol melebihi dua modalitas lainnya. Dua orang siswa lainnya mempunyai kesulitan belajar karena sebab-sebab eksternal.

Secara lebih spesifik berkenaan dengan implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru (Aunurrohman, 2010:133) sebagai berikut:
1. Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka butuhkan.
2.  Para siswa harus terus didorong untuk mampu memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan.
3. Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode yang selaras dengan minat, tujuan dan latar belakang mereka.
4. Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda dengan siswa-siswi lainnya.
5.  Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana para siswa tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta limgkungannya sehingga mereka memiliki keleluasaan untuk berpartisispasi secara efektif dalam kegiatan belajar.
6. Para siswa yang sudah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh.

Prinsip Balikan dan Penguatan

Prinsip balikan dan penguatan merupakan implementasi dari teori belajar belajar yang dikemukakan oleh Skinner melalui Teori Operant Conditioning dan salah satu dari belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Namun dorongan belajar, menurut Skinner tidak hanya muncul karena pengutan yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain penguatan positif dan negatif dapat memperkuat belajar.
Memberikan balikan dan penguatan merupakan hal yang kedengarannya sederhana dan mudah, akan tetapi seringkali tidak terlalu mudah untuk dilakukan oleh setiap guru. Hambatannya bisa dalam bentuk yang berbeda. Beberapa guru mungkin belum terbiasa melakukanya, sangat mungkin karena anggapan mereka belum menempatkan ‘penguatan“ sebagai suat yang penting  dalam proses pembelajaran. Karena itu perlu upaya-upaya latihan agar keadaan tersebut menjadi terbiasa untuk dilakukan.
Sumantri dan Permana (dalam Aunurrahman, 128:2010) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan, yaitu:
1. Membngkitkan motivasi belajar siswa.
2.  Merangsang sisa berpikir lebih baik.
3.  Menimbulkan perhatian siswa.
4.  Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi
5.  Mengendalikan dan mengubah sikap negative siswa dalam belajar kea rah perilaku yang mndukung belajar.

Terdapat beberapa jenis penguatan yang dapat dilakukan guru (Aunurrahman, 129:2010):
1. Penguatan verbal yaitu penguatan yang diberikan guru berupa kata-kata/kalimat yang diucapkan seperti: “bagus, baik, smart, tepat dan sebagainya”.
2. Penguatan gestural yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau mimik muka yang member arti/kesan baik kepada siswa. Pengutan gestural dapat berupa: tepuk tangan,acungan jempol, anggukan, tersenyum, dan sebagainya. 

Prinsip Tantangan

Deporter (dalam Aunurrahman,125:2010) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana siswa merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya.
Model-model pembelajaran yang menempatkan siswa hanya menerima saja apa yang diberikan atau disampaikan oleh guru, memiliki kadar keterlibatan mental yang sangat rendah. Dalam pandangan knstruktivisme semua pengetahuan yang kita peroleh adalah kontruksi kita sendri.
Dalam kaitan dengan prinsip-prinsip tantangan ini diharapkan guru secara cermat dapat memilih dan menentukan pendekatan-pendekatan dan metode pembelajaran yang dapat memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar
Beberapa bentuk kegiatan berikut yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk menciptakan tantangan dalam kegiatan belajar (Aunurrahman, 127:2010) yaitu;
1. Merancang dan mengelola kegiatan inquiry dan ekperimen.
2. Memberikan tugas-tugas pemecahan masalah kepada siswa.
3. Mendorong siswa untuk membuat kesimpulan pada setiap sesi pembelajaran.
4. Mengembangkan bahan-bahan pembelajaran yang menarik.
5. Membimbing siswa menemukan fakta, konsep, prinsip dan generalisasi.
6. Merancang dan mengelola kegiatan diskusi.

Prinsip Pengulangan

    Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, menghafal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.

Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru (Aunurrahman, 125:2010);
1.    Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan.
2.      Merancang kegiatan pengulangan.
3.      Mengemangkan soal-soal latihan.
4.      Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.
     
Sedangkan pada siswa sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik  yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri.


Prinsip Keterlibatan Langsung

Keterlibatan langsung siswa di dalam proses pembelajaran memiliki intensitas keaktifan yang lebih tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak hanya sekedar aktif, medengar, mengamati dan mengikui, akan tetapi terlibat langsung di dalam melaksanakan suatu percobaan, peragaan atau mendemonstrasikan sesuatu. Keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat baik manfaat yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut, maupun manfaat jangka panjang setelah proses pembelajaran terjadi.
Impilikasi prinsip keterlibatan langsung bagi guru (Aunurrahman, 122:2010);
1.   Mengaktifkan peran individu atau kelompok kecil di dalam penyelesaian tugas.
2. Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa di dalam praktik penggunaan tersebut.
3.  Memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen.
4.      Memberikan tugas –tugas praktik.

Bagi siswa, implikasi prinsip keterlibatan langsung ini adalah; (1) Siswa harus terdorong aktif untuk mengalami sendiri dalam  melakukan aktifitas pembelajaran dan  (2) Siswa dituntut untuk aktif mengerjakan tugas-tugas.

Saturday, November 16, 2019

Prinsip Keaktifan


Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. Keaktifan tersebut dapat diterapkan oleh siswa dalam bentuk kegiatan belajar. Keaktifan ditandai dengan adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan.
Implikasi prinsip keaktifan atau aktifitas bagi guru di dalam proses pembelajaran menurut Aunurrahman (120:2010) sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya.
2. Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.
3.      Memberi tugas individu dan kelompok melalui kontrol guru.
4.    Memberikan pujian verbal (secara lisan bukan tulisan) dan non verbal (tidak dalam bentuk percakapan/ bahasa) terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
5.      Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.

Prinsip transfer dan Retensi

Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu;
1.  Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi. Di dalam Kamus Besar  Bahasa Indonesia (KBBI) retensi adalah penyimpanan; penahanan, contoh: Setiap arsip ditentukan retensinya atas dasar nilai kegunaannya.Retensi di sini lebih kepada diri siswa untuk menyimpanan informasi.
2.      Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik.
3.      Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses belajar itu terjadi.
4.      Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik.
5.      Penelahaan bahan-bahan faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi.
6.    Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
7.    Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajai mengikuti bahan yang lalu.
8.  Pengetahuan tetang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubng-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dengan memberikan ilustrasi unsur-unsur yang serupa.
9.  Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dapat diciptakan.
10. Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan  transfer.

Prinsip perhatian dan motivasi

Prinsip dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar.
Menurut Aunurrohman (114:2010) mengemukakan “Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu”
Dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menyadari  motivasi terkait erat dengan kebutuhan, tugas guru adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap siswa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan.  

Implikasi Prinsip-prinsip Belajar dalam Pembelajaran


Istilah implikasi bukanlah istilah yang sering kita gunakan sehari-hari. Istilah ini sering diganakan dalam dunia penelitian atau berhubungan dengan pengkajian mengenai sesuatu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), implikasi memiliki arti keterlibatan atau keadaan terlibat. Makna terlibat di sini tidak dinyatakan secara jelas (tersirat). Ada pula yang mengartikan implikasi sebagai sesuatu yang tersirat, terlibat atau ada tetapi tdak dinyatakan secara jelas.
Berikut ini diuraikan beberapa prinsip belajar yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran.

HAKIKAT PEMBELAJARAN

1. Makna Pembelajaran Pada bab 1 kita sudah membahas tentang makna belajar. Supaya belajar dapat terlaksana dengan baik dan maksimal maka ...