A. Pengertian Kurikulum
Kata
kurikulum berasal dari bahasa latin yang berarti “jalur pacu”, dan secara tradisional,
kurikulum sekolah disajikan seperti ibarat jalan bagi kebanyakan orang (Zais
dalam Dimyati dan Mudjiono, 264:1999). Zais (dalam Dimyati dan Mudjiono,
264:1999) juga mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yaitu (i) kurikulum
sebagai program pembelajaran, (ii) kurikulum sebagai isi pelajaran, (iii)
kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (iv) kurikulum sebagai
pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah, (v) kurikulum sebagai suatu rencana
(tertulis) untuk dilaksanakan.
Dimyati
dan Mudjiono (264:1999) mengungkapkan beberapa konsep-konsep kurikulum:
- Kurikulum
sebagai jalan meraih ijazah
Kurikulum
merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal. Tidak ada pendidikan formal
tanpa ada kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang-jenjang pendidikan
yang berakhir dengan menerima ijazah atau
Surat Tanda Tamat Belajar (STTB). Para pendidik professional juga
memandang “curriculum as the relatively
standardized ground covered by student in their race toward the finish line (a
diploma)”. (Zais, dalam Dimyati dan Mudjiono, 264:1999). Jadi kurikulum
merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi yang harus dilalui
dan diselesaikan untuk memperoleh ijazah.
- Kurikulum
sebagai mata dan isi pelajaran
Banyak
orang yang ditanya tentang isi kurikulum akan menjawab adalah PKn, Matematika
B. Indonesia, dan yang lainnya. Jawaban tentang kurikulum yang terdiri dari
mata pelajaran sudah sejak lama ada, bahkan sampai sekarang masih terbaca dan
terdengar. Seperti yang diungkapkan
Zais (dalam Dimyati dan Mudjiono, 265:1999), orang sering menyebut bahwa isi
pelajaran tertentu dalam program dikatakan kurikulum. Dengan demikian tidak
mengejutkan apabila ada orang yang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi
pelajaran.
- Kurikulum
sebagai rencana kegiatan pembelajaran
Defenisi
kurikulum yang dikemukakan oleh Winecoff (dalam Dimyati dan Mudjiono,
266:1999), secara jelas mendefinisikan kurikulum sebagai satu rencana yang
dikembangkan untuk mendukung prose mengajar/ belajar di dalam arahan sekolah,
akademi, atau universitas dan para anggota stafnya.
- Kurikulum
sebagai hasil belajar
Popham
dan Baker (dalam Dimyati dan Mudjiono, 266:1999) mengemukakan bahwa semua
rencana hasil belajar (learning outcomes)
yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah kurikulum. Adanya defenisi ini
mengubah pandangan penanggung jawab sekolah dari kurikulum sebagai alat menjadi
kurikulum sebagai tujuan.
- Kurikulum
sebagai pengalaman belajar
Dari
empat komsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya, dapatlah kita menandai bahwa
setiap orang yang terlibat dalam pengimplementasian kurikulum tersebut akan
memperoleh pengalaman belajar. Foshay (dalam Dimyati dan Mudjiono, 266:1999)
mengamati bahwa sejak sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum didefinisikan
sebagai “semua pengalaman seorang siswa yang diberikan di bawah bimbingan
sekolah”.
Kelima
konsep tentang kurikulum, yakni: (i) kurikulum sebagai jalan meraih ijazah,
(ii) kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii) kurikulum sebagai rencana
kegiatan pembelajaran, (iv) kurikulum sebagai sebagai hasil belajar, dan (v)
kurikulum sebagai pengalaman belajar, semua benar tergantung dari cara
memandangnya. Guru dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang
dijadikan acuannya.
B. LandasanPengembangan Kurikulum
Agar
pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam
pengebangan kurikulum diperlukan-landasan pengembangan kurikulum. Landasan-landasan
pengembangan kurikulum menurut Dimyati dan Mudjiono(269:1999):
1. Landasan
Filosofis
Raka
Joni (dalam Dimyati dan Mudjiono, 269:1999) Pendidikan ada dan berada dalam
kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk
dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya). Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat
merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Filsafat boleh
jadi didefenisikan sebagai suatu studi tentang: hakikat realitas, hakikat ilmu
pengetahuan, hakikat sistem nilai, nilai kebaikan, hakikat keindahan dan
hakikat pikiran (Winecoff dalam Dimyati dan Mudjiono,
269:1999). Oleh
karena itu, landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas,
ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan dan hakikat pikiran
yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realisitis, landasan filosofis
pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan berbeda dengan sistem
pendidikan lainnya. Juga landasan filosofis pengembangan kurikulum dari suatu
lembaga berbeda dengan lembaga lainnya.
2. Landasan
Sosial-Budaya –Agama
Realitas sosial-budaya-agama yang ada di
dalam masyarakat merupakan bahan kajian dalam pengembangan kurikulum untuk
digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Kebersamaan individu-individu
dalam masyarakat diikat dan terikat oleh
nilai-nilai individu yang menjadi pegangan hidup dalam interaksi diantara
mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihormati oleh individu-invidu
dalam masyarakat tersebut, mencangkup nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai
sosial budaya. Nilai-nilai keagamaan berhubungan erat dengan kepercayaan
masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut. Oleh karena
itu nilai agama berhubungan dengan kepercayaan, biasanya bersifat langgeng sampai
masyarakat pemeluknya melepaskan kepercayaannya (Raka Joni dalam Dimyati dan
Mudjiono, 266:1999). Nilai sosial-budaya masyarakat bersumber pada hasil karya
akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan, melestarikan
dan/atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Oleh karena itu,
nilai-nilai sosial-budaya bersifat lebih bersifat sementara bila dibandingkan
nilai-nilai keagamaan.
3. Landasan
Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni
Nana
Sy (dalam Dimyati dan Mudjiono, 271:1999) mengemukakan bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi/materi pendidikan. Secara
tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk masyarakat dengan
kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah
pendidikan.
4. Landasan
Kebutuhan Masyarakat
Raka
Joni (dalam Dimyati dan Mudjiono, 271:1999) mengemukakan bahwa masyarakat
modern dan masyarakat tradisional berbeda, juga masyarakat perkotaan berbeda
dengan masyarakat pedesaan. Perbedaan ini disebabkan oleh kualitas-kualitas
dari masing-masing individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Oleh
karena itu pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan
dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat
teknologis.
5. Landasan
Perkembangan Masyarakat
Salah
satu ciri dari masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkinpada masyarakt
tertentu perkembangannya sangat lambat, namun masrakat lainnya cepat bahkan
sangat cepat (Nana dalam Dimyati dan Mudjiono, 272:1999). Untuk menciptakan
proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyatrakat maka diperlukan
rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa perkembangan
masyarakat itu sendiri.
C. Komponen Kurikulum
Dimyati
dan Mudjiono (273:1999) menguraikan beberapa komponen-komponen kurikulum:
1. Tujuan
Tujuan
sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang
peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat
mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arahan dan fokus untuk seluruh
program pendidikan (dalam Zais dalam Dimyati dan Mudjiono, 274:1999).
2. Materi/pengalaman
belajar
Hal
yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih
dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan
kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling
penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais dalam
Dimyati dan Mudjiono, 276:1999)
3. Organisasi
Taba
(dalam Dimyati dan Mudjiono, 276:1999) Kurikulum merupakan suatu rencana i untuk
belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian
rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan.
4. Evaluasi
Evaluasi
merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan
pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais dalam Dimyati dan Mudjiono, 277:1999).
Evaluasi ditujukan untuk melakukan evalusi terhadap belajar siswa (hasil dan
proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran.
Empat
komponen kurikulum yang saling terkait satu dengan yang lain, guru terlibat dan
berperan dalam menyelaraskan empat komponen kurikulum tersebut. Keselarasan
antara empat komponen kurikulum tersebut akan dapat dihasilkan melalui
pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum.